TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tanos tak bisa memberi kesaksian secara langsung dalam sidang e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 18 Mei 2017. Salah satu direktur perusahaan anggota konsorsium PNRI yang memenangi tender e-KTP itu mengaku tak bisa pulang ke Indonesia lantaran keselamatannya terancam.
"Rumah saya diserang, saya diancam dibunuh. Akhirnya saya tinggal di Singapura sejak Maret 2012," kata Paulus melalui teleconference yang disiarkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 18 Mei 2017.
Baca juga: Telusuri Peran Setya Novanto di E-KTP, Jaksa Panggil Paulus Tanos
Hari ini Paulus bersaksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Sebelumnya, saat penyidikan, Paulus diperiksa penyidik KPK di kantor Corrupt Practice Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
Paulus mengatakan ia sebenarnya ingin hadir secara langsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hari ini. Namun, karena kondisi belum memungkinkan, ia masih belum berani pulang. "Saya ingin hadir di Indonesia, tapi saya takut keselamatan jiwa saya terancam," ujarnya.
Paulus menjelaskan, kepindahannya ke Singapura itu berkaitan dengan proyek e-KTP. Sebagai perusahaan yang bertugas menyediakan blangko e-KTP, Paulus berkongsi dengan Andi Winata, anak Tommy Winata, untuk menyediakan keping ST-Micro. Perusahaan Oxel System Ltd, milik Andi, merupakan agen tunggal keping merek itu di Indonesia.
Simak pula: Setya Novanto Serahkan Kasus E-KTP ke Penegak Hukum
Kerja sama antara Paulus dan Andi tak berjalan mulus. Menurut Paulus, chip yang disediakan Andi merupakan software yang biasa digunakan untuk kartu surat izin mengemudi (SIM). Software ini, menurut Paulus, tak dapat digunakan untuk KTP.
Selanjutnya ada perselisihan yang terjadi antara Paulus dan Andi Winata. Andi lantas melaporkan Paulus ke Mabes Polri dengan tuduhan penipuan. "Akhirnya saya kabur ke Singapura," ujar Paulus.
Dalam pengadaan proyek e-KTP, PT Sandipala Arthapura bertugas mengerjakan 103 juta kartu dari 172 juta kartu yang harus diselesaikan konsorsium. Namun, dalam perjalanannya, konsorsium PNRI mengurangi jatah Sandipala hingga menjadi 45 juta kartu.
MAYA AYU PUSPITASARI