TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Nur Kholis, mengatakan pemerintah berpotensi berlaku otoriter jika membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara langsung. Menurut dia, jika pemerintah berencana membubarkan organisasi kemasyarakatan HTI harus melalui mekanisme sidang di pengadilan.
“Negara ini menjamin kebebasan berkumpul dan berserikat. Kalau menurut pemerintah ada pelanggaran, seharusnya diuji dan publik bisa melihat apa yang menjadi masalah,” ujarnya di gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin, 15 Mei 2017.
Baca: Pembubaran HTI, Kejaksaan Agung Menunggu Bukti-bukti
Nur menjelaskan, proses di pengadilan menjamin prinsip-prinsip HAM berlangsung dengan baik.
Pengadilan akan mendengarkan kedua pihak dan memberi kesempatan pihak yang diduga bersalah untuk membela diri. Selain itu, mekanisme pengadilan akan menghadirkan pihak lain untuk menguji.
Simak pula: HTI Bantah Tudingan Anti-Pancasila, Begini Penjelasannya
Diakuinya, sejauh ini Komnas HAM akan terus memantau rencana pemerintah untuk menggugat HTI lewat pengadilan. “Kalau langsung jadi otoriter, kalau ada mekanisme jadinya kontes,” ujarnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan niat pemerintah membubarkan ormas HTI pada Senin, 8 Mei 2017, karena organisasi itu dianggap bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Selain itu, HTI dinilai tidak memiliki peran positif dalam pembangunan nasional serta bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.
DWI FEBRINA FAJRIN