TEMPO.CO, Pegunungan Arfak - Sedikitnya 20 kepala keluarga (KK) di Kampung Coisi dan Mbigma Distrik Minyambouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, kehilangan tempat tinggal akibat longsor menimbun 6 rumah warga. Meski tidak ada korban jiwa, tapi warga di dua kampung itu masih terancam dengan longsor susulan yang sewaktu-waktu bisa terjadi jika intensitas hujan meningkat.
Wempi Insen, Sekretaris Kampung Coisi, yang juga korban longsor, mengatakan rumahnya tertimbun longsor sejak Selasa, 28 Februari 2017 lalu, sekitar pukul 15.00 WIT. Selain itu, empat rumah di sekitarnya ikut tertimbun lumpur, batu, dan bongkahan kayu, yang tergerus air hujan dari lereng gunung.
Menurut dia, insiden ini didahului dengan hujan deras sejak pagi. Pada pukul 15.00 WIT, warga mendengar suara gemuruh dari gunung menuju perkampungan. Saat itulah, sejumlah warga yang melihat longsor berteriak dan berlari keluar rumah ke tempat lebih tinggi untuk menyelamatkan diri.
Baca juga: Heboh DPR Sambut Raja Salman: Grogi Hingga Berebut Selfie
"Tidak ada korban nyawa karena beruntung longsornya siang hari sehingga warga bisa sempat selamatkan diri,” tutur Wempi, Kamis, 2 Maret 2017.
Wempi menambahkan, di kampungnya, satu rumah bisa dihuni 4-5 KK. Ini bukan pertama kalinya longsor terjadi. Dia menyebutkan, pada Desember 2016 lalu, bencana longsor juga menimpa dua unit rumah warga di Kampung Mbigma, yang berseberangan jalan dengan kampungnya. Upaya meminta bantuan yang disampaikan warga dua kampung itu belum ditanggapi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Warga juga beberapa kali melapor kejadian itu ke bupati, tapi belum ada tanggapan.
“Pemerintah daerah tidak tanggap dengan bencana yang menimpa kami di sini," ujarnya. Menurut Wempi, terdapat sekitar 300 jiwa penduduk di dua kampung yang menjadi bagian dari Kabupaten Pegunungan Arfak. Letaknya, kata dia, tidak jauh dari Ibu Kota Kabupaten. "Karena kesal, kami melakukan aksi blokade jalan untuk mencari perhatian pemerintah."
Sedangkan tokoh pemekaran Kabupaten Pegunungan Arfak, Daud Indouw, saat meninjau lokasi bencana, melakukan tatap muka dengan warga korban longsor untuk mendengar keluhan mereka. Daud juga meninjau langsung penyebab longsor yang menimbun 6 rumah warga di Coisi dan Mbigma.
“Sebagai salah satu tokoh pemekaran, saya sangat prihatin karena bukan baru kali ini warga Coisi dan Mbigma melapor ke BPBD dan pemerintah Pegunungan Arfak tentang ancaman banjir dan longsor yang kerap mengancam mereka. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan," tutur dia.
Baca juga: Korea Utara Sebut Kim Jong-nam Kena Serangan Jantung
Saat meninjau dan mendengar keluhan, bersama warga, selanjutnya Daud mendaki gunung untuk melihat sumber air dan penyebab longsor. Dia menduga longsor tersebut akibat proyek pelebaran ruas jalan menuju Distrik Catubouw yang berada di puncak ketinggian sekitar 2.300 meter dari permukaan laut. Karena itu, dia berharap pemda melalui instansi teknis dapat mengambil tindakan sebelum bencana ini kembali menelan korban.
“Rata-rata perkampungan di sini berada di lereng pegunungan jadi rawan longsor saat hujan," ucap Daud.
Meski demikian, Daud berpendapat pemda seharusnya lebih cepat melakukan pencegahan dengan mengalihkan ruas jalan yang berada di lereng gunung kedua kampung. "Atau membangun tanggul pengaman sehingga tanah tidak mudah longsor,” ujar Daud.
HANS ARNOLD