TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat mendukung langkah Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya untuk menggulirkan hak angket menyelidiki pengangkatan kembali Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Menurut Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, penggunaan hak angket adalah cara tepat.
"DPR perlu merespons kritik yang meluas di masyarakat atas pengangkatan Saudara Ahok tersebut," ucap Jazuli melalui pesan singkat di Jakarta, Senin, 13 Februari 2017.
Jazuli mengatakan hak angket Dewan ini memberikan ruang kepada pemerintah untuk menjelaskan landasan hukum pengangkatan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI meski sedang berstatus sebagai terdakwa kasus dugaan penodaan agama. "Sehingga jelas dan tidak ada kesimpangsiuran," ujar Jazuli.
Selain oleh Fraksi Gerindra, tutur dia, penggunaan hak angket diinisiasi Fraksi PKS, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Amanat Nasional.
Baca:
Gubernur Ahok Aktif Lagi, Gerindra Gulirkan Hak Angket DPR
Jika Menang Pilkada DKI, Ahok Janji Tak Maju di Pilpres 2019
Jazuli menilai pemberhentian sementara kepala daerah sebelumnya pernah terjadi. "Ini sudah lazim dilakukan sebelumnya," tuturnya.
Ia mencontohkan kasus Bupati Bogor, Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Banten, Wakil Wali Kota Probolinggo, Bupati Ogan Ilir, dan Bupati Subang, yang diberhentikan setelah berstatus sebagai terdakwa.
Jazuli menilai status Ahok adalah terdakwa penistaan agama dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ia menilai pemberhentian Ahok bisa dilakukan. "Tanpa harus menunggu dan bergantung pada tuntutan yang diajukan jaksa dalam persidangan," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bakal memberi kepastian posisi Ahok setelah masa cuti kampanyenya habis. Sebab, belum ada tuntutan dari jaksa terkait dengan kasus penodaan agama oleh Ahok. "Saya tunggu tuntutan jaksa resmi dulu,” ujar Tjahjo.
ARKHELAUS W.
Baca: Gubernur Ahok Aktif Lagi, ACTA Gugat Pemerintah