TEMPO.CO, Jakarta - Portal posmetro.co juga tergolong paling aktif menggarap isu pekerja asal Cina. Portal ini metamorfosis dari posmetro.info, singkatan dari Posting Mahasiswa Elektro, pada 2015. Pemiliknya, Abdul Hamdi Mustafa, adalah mahasiswa Teknik Elektro Universitas Negeri Padang angkatan 2010. Ia awalnya membuat blog itu karena suka menulis.
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya, yaitu tentang pemantauan Tim Khusus Tempo selama sepekan pada akhir Desember tahun lalu terhadap berita hoax atau berita palsu dan berita pelintiran.
Hamdi menyatakan banyak portal lain, seperti www.intelijen.co.id, yang ia salin isinya. “Kami copy paste saja,” ujarnya Rabu pekan lalu. Sebelum menayangkan berita milik media lain itu, Hamdi dan empat temannya memodifikasi judulnya sehingga menarik perhatian pembaca.
Baca: Pemerintah Dukung Masyarakat Melawan Berita Hoax
Hamdi mengaku terinspirasi pkspiyungan.org yang acap mengkritik pemerintah dan disukai penghuni media sosial. Kunjungan terbanyak ke posmetro.co terjadi saat demonstrasi 4 November 2016. Pada Oktober-November 2016, Hamdi mendapat Rp 30 juta per bulan dari Google Adsense. Portal dia masuk indeks pertama dengan jumlah kunjungan satu juta dan pageviewer mencapai 300 ribu untuk 50-70 berita “salin-tempel” dalam sehari.
Pemuda 25 tahun asal Padang ini menolak tudingan menyebarkan sentimen anti-Cina dengan berita-berita pelintiran di situsnya, tapi mengakui banyak memuat komentar tokoh yang mengkritik hegemoni etnis Cina dalam bidang ekonomi. Ia berterus terang mendukung Prabowo Subianto, rival Jokowi, dalam pemilihan presiden lalu.
Selain menggoreng simpang-siur berita pekerja Cina, media sosial gaduh membahas konflik Suriah yang sudah berlangsung enam tahun ketika pemerintah merebut Kota Allepo dari pemberontak. Dalam analisis Ismail Fahmi, ada dua tanda pagar yang bersahutan pada 12-19 Desember 2016: #SaveAleppo dan #AleppoSaved.
Baca: Menteri Ini Wacanakan Pembuat Berita Hoax Didenda Rp 100 Juta
Di Indonesia, @maspiyungan dan @condetwarriors--akun anonim yang tengah diawasi polisi--menggambarkan konflik Suriah sebagai perang penganut dua aliran besar dalam Islam, yakni Sunni (pemberontak) dan Syiah (kubu pemerintah Bashar al-Assad). Portalpiyungan.co mengutip berita-berita yang menggambarkan kebiadaban tentara pemerintah. “Ini bisa memantik perpecahan di Indonesia,” kata Ismail.
Menurut A.M. Sidqi, pejabat Konsuler merangkap pejabat Penerangan dan Sosial Budaya Kedutaan Indonesia di Suriah, konflik Suriah tak bisa disederhanakan hitam-putih perang dua aliran itu. “Perang Suriah karena konflik Sunni-Syiah adalah hoax,” ujarnya kepada Reza Maulana dari Tempo. “Kepala negara Suriah sudah lama beraliran Alawi yang dekat ke Sunni. Kenapa baru ramai sekarang?”
Tim Khusus Tempo
(Selengkapnya baca majalah Tempo edisi 2-8 Januari 2017)