TEMPO.CO, Jakarta - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) melayangkan surat keberatan administratif kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Sandi dan Sandi Negara (BSSN), hari ini. SAFEnet meminta pertanggungjawaban kedua lembaga akibat peretasan terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2.
"Kami melanjutkan langkah konkrit sebagai masyarakat sipil untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah atas serangan siber PDNS 2," kata Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, saat ditemui di kantor Kementerian Komunikasi, Jumat, 19 Juli 2024.
Sebelum mengajukan surat keberatan, SAFEnet lebih dulu bersurat ke Kementerian Komunikasi untuk meminta informasi publik ihwal layanan publik yang terdampak serangan siber tersebut. SAFEnet juga membuka pos pangaduan kepada masyarakat yang terimbas peretasan PDNS 2 itu.
Nenden menyebut, organisasinya menerima 60 aduan dari masyarakat terdampak. Dari pengaduan itu mereka mengetahui bawah terdapat 12 layanan publik yang dilaporkan tidak bisa diakses sejak peretasan terhadap Pusat Data Nasional.
Menurut dia, para pengadu mengaku menderita kerugian akibat serangan siber tersebut. Misalnya, ada masyarakat kehilangan potensi tender bernilai ratusan juta rupiah serta sebagian masyaraka kehilangan kesempatan memperoleh beasiswa.
Pusat Data Nasional diretas sejak 20 Juni lalu. BSSN menyebut virus yang menyerang Pusat Data Nasional ini berupa serangan ransomware LockBit 3.0 –jenis malware yang menyerang sistem data. Satu buulan setelah peretasan, BSSN dan Kementerian Komunikasi belum juga dapat memulihkan sepenuhnya Pusat Data Nasional tersebut.
Sesuai dengan data Kementerian Komunikasi pada 2023, terdapat 347 instansi pemerintah daerah dan pusat yang menggunakan layanan Pusat Data Nasional Sementara. Sebanyak 73 di antaranya merupakan kementerian dan lembaga negara. Sisanya adalah instansi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota.
Namun, Kementerian Komunikasi da BSSN tak pernah mengungkap jenis layanan publik yang terdampak serangan siber tersebut. Hanya Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dan Pemerintah Kabupaten Dumai yang secara terbuka mengungkapkan layanan digital mereka terganggu akibat peretasan terhadap Pusat Data Nasional.
Sabtu pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto menyebutkan bahwa pemerintah sudah dapat memulihkan 86 layanan per 12 Juli 2024. Layanan itu berasal dari 16 tenant, di antaranya layanan beasiswa yang dikelola Kementerian Pendidikan, layanan perizinan, serta layanan informasi dalam bentuk portal.
Pilihan Editor : Dana Besar Pusat Data Nasional Tanpa Fasilitas Cadangan Data