TEMPO.CO, Jakarta - Penelusuran Tim Khusus Tempo menguatkan temuan Ismail Fahmi, doktor sains informatika lulusan Universitas Groningen, Belanda, bahwa hoax atau berita palsu dan berita pelintiran benar-benar dirancang dan sengaja disebar. Motifnya, ada yang mendapat keuntungan bisnis dari iklan di Internet. Lewat media sosial mereka menggoreng isu mulai dari gosip tenaga kerja Cina hingga Jokowi digosipkan keturunan Tionghoa.
Ismail menyebut teknologi buatannya “Drone Emprit”--merujuk pada nama burung lambang Twitter. Peranti lunak ini berfungsi memonitor dan menganalisis percakapan di media online dan media sosial. Ia terdorong memanfaatkannya ketika media sosial gaduh membicarakan isu pekerja asal Cina itu.
Tenaga kerja asal Cina memang salah satu berita palsu itu. Dari pemantauan Tim Khusus Tempo selama sepekan pada akhir Desember tahun lalu, isu serbuan pekerja Cina muncul setelah Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang Didirikan oleh Warga Negara Asing pada 2 Desember 2016. Dua hari sebelumnya, media sosial gaduh membincangkan foto sejumlah warga Cina memakai seragam Forum Bhayangkara Indonesia (FBI) yang mirip Polri.
Baca: Eksklusif 1: Hanif Dakhiri Soal Jokowi dan Pekerja Cina
Organisasi itu didirikan pada 19 April 2014 oleh para jenderal purnawirawan polisi. Wakil Ketua FBI Kasran Siregar mengaku tak tahu orang Cina memakai seragam FBI itu. Tapi ia mengakui ada tim penghubung investasi dengan Singapura. “Tak ada warga negara Cina yang menjadi anggota FBI,” kata Kasran Siregar.
Menurut Kasran, isu orang Cina menjadi anggota FBI diembuskan sebuah akun palsu di Facebook. Kasran menduga pembuatnya orang FBI yang mengincar posisi ketua umum, sejak Renny Masmada meninggal pada Juli lalu. Organisasi ini dilanda konflik internal akibat pecah dukungan dalam pemilihan presiden 2014. “Foto itu dipelintir menjadi isu SARA,” ujar Kasran.
Dari foto FBI, isu kian liar menggelinding. Rizieq Syihab, pemimpin Front Pembela Islam, yang mengorganisasi demonstrasi memenjarakan Basuki pada 4 November dan 2 Desember 2016, turun gelanggang meramaikan keriuhan isu pekerja Cina di media sosial. Ia menyebut Indonesia segera dikuasai Tiongkok dan akan menjadi bagian negara komunis.
Melalui akun twitter @SyihabRizieq, ia menulis bahwa reklamasi Teluk Jakarta bisa mengundang jutaan warga negara Cina masuk ke DKI. Ia menyerukan 74.700 pengikutnya mendata perusahaan yang mempekerjakan warga Cina.
Baca: Diminasi Ekonomi dan Sentimen Anti-Cina Warnai Berita Xoax
Sejak itu, isu pekerja Tiongkok kian meruyak. Akun-akun milik pesohor media sosial ikut meramaikan perbincangan soal ini, terutama di Facebook. Di Twitter, akun yang menyebarkan isu ini lebih banyak tanpa identitas alias anonim. Dari pemetaan “Drone Emprit” dan Tim Khusus Tempo, mereka umumnya bersimpati kepada Rizieq dan FPI.
Rizieq mengatakan, gerakan di media sosial merupakan bentuk solidaritas membela Islam, sebagai bentuk kekecewaan umat terhadap penistaan di dunia maya. Pemerintah, kata dia, tak hadir di tengah persoalan itu untuk mendinginkan suasana. “Ini membuat para netizen Islam bertindak dengan caranya sendiri,” katanya kepada Iil Askar Mondza, kontributor Tempo, di Medan.
Satu akun paling aktif dalam gerakan media sosial tentang pekerja Cina adalah @maspiyungan, yang getol menyatakan keraguan terhadap identitas dan agama Jokowi saat pemilihan presiden. Akun dengan 130.700 pengikut ini menebarkan analisisnya berdasarkan tulisan dari blog atau media yang tak jelas pengelolanya. Akun @maspiyungan dan portalpiyungan.co adalah modifikasi @pkspiyungandan pkspiyungan.org, dua media resmi Partai Keadilan Sejahtera, yang dikelola Solihun.
Baca: Anies Baswedang Mengaku Sering Jadi Korban Xoax
Menurut Ketua PKS Bantul, Amir Syarifuddin, Solihun simpatisan partainya yang aktif menyalurkan bantuan untuk korban gempa Yogyakarta, peristiwa yang memicu pendirian dua akun itu. Amir menegaskan, PKS tak punya kaitan lagi dengan Solihun. “Ia menanam bunga bangkai di halaman orang lain. Wajar tuan rumah mengingatkannya,” ujar Amir.
Ketua PKS Pusat, Cahyadi Takariawan, mengatakan Solihun beberapa kali memuat berita yang tidak sesuai dengan kebijakan partai. “Padahal itu laman milik partai,” katanya. Pada Januari 2006, Cahyadi meminta Solihun melepaskan nama PKS jika ingin terus mengurus portal. Sejak itu, pkspiyungan.org menjadi portalpiyungan.co dan @pkspiyungan menjadi @maspiyungan.
Baca: Pegiat Media Sosial Ajak Masyarakat Perangi Hoax
Setelah lepas dari PKS, portalpiyungan.co memakai seorang konsultan iklan, Andri Setiawan, yang tinggal di Pontianak, untuk mendapatkan penghasilan. Andri menawarkan jasa karena, menjelang pemilihan umum 2014, hit portal pkspiyungan.org tinggi tapi iklannya “hanya” Rp 1,5 juta per bulan. Setelah ia kelola, pendapatan iklan melonjak Rp 30 juta di bulan pertama.
Penghasilan iklan terus naik, dan pada tiga bulan terakhir mencapai Rp 150 juta per bulan. “Saya hitung sejak saya pegang telah masuk setidaknya Rp 1 miliar,” ujar Andri. Ia hanya menggambarkan bagi hasil pendapatan iklan yang ia terima jika menjadi konsultan rata-rata 20-30 persen.
Nomor telepon Solihun tak aktif. Andri menolak menghubungkan Tempo dengan dia. Rumah yang disebut dikontrak Solihun di Piyungan juga kosong. “Solihun sudah lama pindah,” kata seorang tetangganya.
Tim Khusus Tempo
(Selengkapnya baca majalah Tempo edisi 2-8 Januari 2017)