TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat akan menggelar rapat paripurna pada Rabu, 30 November 2016 pukul 15.00 WIB. Salah satu agenda yang diputuskan adalah surat dari Partai Golkar.
"Surat itu terkait dengan rencana pemberhentian Ketua DPR Ade Komarudin dan penetapan penggantinya," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon usai rapat Badan Musyawarah DPR pada Selasa malam, 29 November 2016.
Rapat Badan Musyawarah DPR ini menyepakati tiga agenda rapat paripurna yang diadakan Rabu pukul 15.00 WIB. Pertama, surat dari Presiden Joko Widodo terkait penetapan duta besar, termasuk fit and proper test.
Kedua, soal Badan Pengaturan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), dan ketiga, membahas surat dari Fraksi Golkar. Surat ini berisi penggantian Ade Komarudin (anggota DPR dari Golkar) dengan Setya Novanto yang pernah menjadi Ketua DPR.
Fadli menjelaskan agenda tersebut telah dikaji sesuai mekanisme Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3).
Fadli menegaskan bahwa persetujuan DPR terkait pergantian Ketua DPR dari Ade kepada Setya Novanto, akan dilakukan saat rapat paripurna. "Lihat saja besok. Semua keputusan di paripurna."
Pada 16 Desember 2015, Setya Novanto mengajukan pengunduran dirinya dari jabatan Ketua DPR.
"Sehubungan dengan penanganan pengaduan dugaan pelanggaran etika yang sedang berlangsung di MKD DPR, maka untuk menjaga harkat dan martabat serta kehormatan lembaga DPR RI serta demi menciptakan ketenangan masyarakat, dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019," tulis Setya dalam suratnya.
Langkah Setya itu dilakukan usai sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD) yang menyatakan Ketua DPR Setya Novanto melakukan pelanggaran sedang maupun berat.
Dalam Sidang MKD, sembilan anggota menyatakan Novanto melakukan pelanggaran sedang, sementara enam anggota menganggap Novanto melakukan pelanggaran berat.
Kasus ini bermula dari pertemuan Maroef Sjamsoeddin, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dengan Ketua DPR Setya Novanto, dan Riza Chalid sebagai pengusaha.
Pada pertemuan yang kemudian direkam oleh Maroef itu, diduga ada permintaan Setya Novanto untuk saham Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada 16 November 2016. Pelaporan itu dilakukan Sudirman, karena ia mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Maroef.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi. Sehingga penyelidikan terhadap kasus "papa minta saham" itupun dilakukan.
Selama proses penyelidikan berlangsung, Setya Novanto telah memberikan keterangan sebanyak tiga kali. Namun Kejaksaan Agung, pada 11 Februari 2016 akhirnya menghentikan kasus itu.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengakui salah satu penyebabnya adalah sulitnya menemukan keberadaan Riza Chalid, mantan bos Petral. Beberapa kali dipanggil Riza tidak pernah hadir.
YOHANES PASKALIS