TEMPO.CO, Jakarta - Tim Cyber Crime Bareskrim Polri terus memantau aktivitas media sosial menjelang rencana aksi demonstrasi pada 25 November dan 2 Desember 2016.
"Kami terus mengidentifikasi (pergerakan aktivitas media sosial) khususnya yang memprovokasi dengan gambar maupun tulisan. Kami lihat cukup masif sekarang," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di Jakarta, Kamis, 24 November 2016.
Baca Juga:
Ahok Tersangka, Massa Berkuasa
Ini Dia 4 Indikasi Makar Demo Akbar
Dalam melakukan pengawasan pada media sosial, Polri bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Ia mengatakan salah satu fokus mereka adalah akun-akun medsos yang bertujuan untuk menggiring opini. Pasalnya, tidak semua akun di medsos menggunakan identitas asli sehingga menjadi tugas Polri untuk bisa mengidentifikasi pengelola akun tersebut.
"Saya minta konten yang dibuat di media sosial itu kiranya bisa dipikirkan kembali. Walaupun cuma iseng misalnya me-retweet, copy paste, meneruskan, itu sudah masuk dalam pelanggaran UU ITE," ujarnya.
Baca Juga:
Islam, kok Begitu, Ya?
Demokrasi Kerumunan, Demokrasi yang Belum Terkonsolidasi
Sementara itu, terkait pesan berantai melalui perangkat elektronik, Polri mengingatkan masyarakat agar tidak langsung mempercayai dan menyebarkan pesan berantai tersebut. Pasalnya, bila ternyata isi pesan tersebut tidak benar maka penyebarnya bisa dikenai sanksi pidana.
Agung mengatakan pelaku penyebar kabar atau berita bohong bisa dianggap melanggar Pasal 28 Ayat 1 dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di dalam pasal UU ITE ini disebutkan: "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar".
Perwira tinggi ini meminta kerja sama masyarakat untuk tidak menyebarkan pesan bernada provokasi dalam rangkaian Pilkada Serentak ini sehingga tercipta situasi yang damai dan kondusif. "Yang lebih penting mari ciptakan situasi yang damai," ujarnya.
Sejumlah organisasi keagamaan berencana menggelar aksi unjuk rasa pada 25 November serta gelar sajadah dan doa bersama pada 2 Desember 2016. Unjuk rasa tersebut bertujuan mendesak polisi agar segera menahan tersangka kasus penistaan agama, Basuki T. Purnama alias Ahok.
ANTARA