TEMPO.CO, Bandung - Pelarangan yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Barat (KPID Jabar) terhadap 13 lagu dangdut menimbulkan kontroversi. Selain mendapat dukungan dan dipuji, Komisi juga diprotes dan dimaki-maki. “Di media sosial seperti itu, ada juga pencipta lagu marah-marah di telepon,” kata Ketua KPID Jawa Barat Dedeh Fardiah.
Menanggapi protes itu, Komisi menjelaskan dalih pelarangan kepada pihak yang menolak. “Sebagian lagi dibiarkan saja, pro dan kontra itu biasa,” ujar Dedeh, Sabtu, 21 Mei 2016. KPID Jawa Barat mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan dan pembatasan siaran lagu-lagu Dangdut pada 11 April 2016 kepada radio dan televisi swasta lokal di 27 kota dan kabupaten di Jawa Barat.
Station Manager Radio Dangdut Dahlia FM Bandung Helsa Sukasah mengatakan pihaknya menerima surat edaran KPID Jawa Barat tersebut sekitar awal Mei lalu. Manajemen yang menerima keputusan itu menggeser penyiaran lagu-lagu yang dibatasi jam tayangnya mulai pukul 22.00. Adapun untuk 13 lagu yang dilarang, music director telah menghapusnya dari daftar lagu siaran.
Menurut Helsa, lagu yang dilarang dan dibatasi itu cukup banyak jumlahnya dan sebagian masih disukai pendengar lewat acara permintaan lagu. Dengan berbagai cara, penyiar menolak secara halus dengan menyodorkan lagu lain. “Kami tidak bilang lagu itu dilarang atau dibatasi kepada pendengar karena bisa kurang bagus ke radio,” tuturnya.
Dampak pelarangan lagu pada radio dangdut itu tertolong tren pendengar yang kembali meminta lagu-lagu dangdut lawas era 90-an. Tren itu mulai muncul sekitar tiga bulan lalu. “Kalau beberapa tahun lalu ketika lagu pop lebih banyak dari lagu dangdut baru, pelarangan ini bisa bermasalah karena stok lagu kurang,” ucap Helsa.
ANWAR SISWADI