TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mendesak dipercepatnya proses pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Desakan ini muncul tak lama setelah kasus Yuyun mencuat di masyarakat.
"Saya harap Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pengusul RUU ini bisa kerja cepat," ujar Yohana lewat keterangan tertulis, Rabu, 4 Mei 2016.
Implementasi RUU tersebut, kata dia, akan bisa menindak pelaku kekerasan seksual yang menyebabkan korban meninggal, seperti kasus Yuyun. Yuyun, 14 tahun, adalah siswi Sekolah Menengah Pertama Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan 14 pemuda desanya pada 4 April 2016.
Yohana berkata ancaman hukuman atas kasus kekerasan, saat ini belum mampu menurunkan angka kasus itu sendiri. Kasus Yuyun, kata dia, hanya satu dari sekian kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.
Jenis kasus seperti ini pun belum tergolong kejahatan berat. "RUU PKS sendiri belum masuk prioritas pembahasan 2016, hanya masuk long-list 2015-2019," ujar Yohana. Oleh karena itu ia menegaskan perlunya merevisi sanksi hukum untuk pelaku kejahatan seksual.
Desakan pengesahan RUU PKS juga datang dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual. RUU ini pun sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 DPR.
Yuyun diperkosa secara bergantian dan dibunuh saat pulang sekolah, di sebuah perkebunan karet yang diketahui hanya berjarak 500 meter dari rumahnya di Dusun IV, Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding. Dia ditemukan dalam kondisi tangan dan kaki terikat.
Para pelaku, diketahui sedang mabuk saat melakukan perbuatan bejat tersebut. Tujuh dari mereka sudah menerima tuntutan 10 tahun penjara di pengadilan. Lima yang lain masih dilengkapi berkas perkaranya sebelum dilimpahkan ke pengadilan, dan dua sisanya masih diburu.
YOHANES PASKALIS