TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tak terpengaruh terhadap putusan praperadilan yang memenangkan PT Victoria Securities Indonesia. Dia memastikan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan pidana penyalahgunaan hak tagih dan pengalihan yang dilakukan Victoria tetap terus diusut.
"Kami akan jalan terus. Putusan praperadilan tak menghalangi kami," kata Prasetyo, di Monumen Pancasila Sakti, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis, 1 Oktober 2015. "Silakan pengadilan memutus tapi kami tetap jalan terus."
Prasetyo mengatakan putusan yang diketuk oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak menyangkut perkara yang sedang disidik Kejaksaan. Pengadilan, kata dia, hanya memuat tentang penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan. Artinya, Prasetyo mengatakan perkara dugaan penyalahgunaan hak tagih tetap menjadi pokok perkara yang harus diusut.
Bekas politikus Partai NasDem ini juga meyakini penyelesaian kasus dugaan penyalahgunaan hak tagih yang dilakukan Victoria akan dilakukan secara maksimal. Dia berjanji penyelesaian kasus itu bebas dari intervensi.
Selasa lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh PT Victoria Securities Indonesia terhadap Kejaksaan Agung yang diputuskan hakim tunggal Ahmad Rivai. Ahmad Rivai menyatakan penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Agung di kantor PT VSI, lantai delapan Panin Tower, Senayan City, Jakarta Pusat, tidak sah.
Hakim dalam putusannya juga meminta agar Kejaksaan mengembalikan seluruh barang-barang milik Victoria yang sudah disita. Barang-barang tersebut karena tak terkait dengan kasus dugaan korupsi cessie Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang menyeret Victoria Securities International Corporation.
Kasus ini bermula dari PT Adistra Utama meminjam Rp 469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare pada akhir 1990. Pemerintah lantas memasukkan BTN ke BPPN untuk diselamatkan saat krisis 1998. Sejumlah kredit macet dilelang, termasuk utang PT Adistra. Kemudian, Victoria Securities membeli aset itu dengan harga Rp 26 miliar.
Beberapa tahun kemudian, Adistra bermaksud menebus asetnya dengan harga sama. Namun, Victoria justru menawarkan harga lebih tinggi yakni Rp 2,1 triliun. Alhasil Adistra melaporkan Victoria atas tuduhan permainan penentuan nilai aset.
Kejaksaan pun telah menggeledah kantor Victoria di Senayan sebanyak dua kali. Tak terima kantornya digeledah, Direktur Victoria Yangky Halim mengadukan tindakan Kejaksaan Agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Ia menuding langkah Kejaksaan Agung tersebut salah alamat dan melanggar hukum.
REZA ADITYA