TEMPO Interaktif, Jakarta - Nahdatul Ulama (NU) ternyata tak luput dari tindak kekerasan kelompok Islam radikal. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mencatat, dalam kurun waktu 2011, setidaknya sudah tiga kali terjadi serangan, baik fisik maupun lisan, terhadap NU di tiga kota. Menurut Wakil Ketua Umum PBNU, As'ad Said Ali, salah satu obyek penyerangan adalah masjid.
"Pernah terjadi di Ngawi, salah satu kelompok itu menyerang masjid NU," kata As'ad Said Ali di Jakarta, Senin 27 Juni 2011.
Penyerangan itu terjadi pada bulan Mei 2011 lalu dengan sasaran imam masjid. Serangan dilakukan karena imam masjid itu dianggap ahli neraka. Namun, serangan bisa dipadamkan dan kelompok radikal bisa diusir polisi dan Barisan Ansor Serba Guna (Banser), organisasi keamanan milik NU.
Kekerasan lain terjadi di Solo. Radio MTA milik kelompok radikal menyiarkan dakwah dari pemimpin agama. Dalam siaran itu, sang pemimpin agama mengatakan mudah saja kalau ingin masuk neraka. "Cukup memperbanyak tahlilan dan ziarah kubur atau dengan kata lain menjadi kelompok musyrik," begitu isi dakwah lewat radio itu.
As'ad mengatakan meski tidak menyebut nama NU, penyebutan menjadi ahli tahlil dan ziarah kubur bisa dipastikan mengarah ke kelompok NU yang memang kental menganut dua tradisi itu. Serangan yang sama kepada NU juga terjadi di Lampung April 2011. Saat itu pendiri NU Hasyim Asyari disebut sebagai penganut aliran sesat oleh Lia Eden.
Kelompok radikal ini menurut As'a memang cenderung mengkafirkan kelompok lain yang berbeda ajaran dengan mereka. Ini memicu mereka melakukan serangan verbal maupun fisik. Tetapi serangan-serangan ini, kata As'ad, bisa dilakukan karena negara yang menganut paham kebebasan tak mampu bertindak apa-apa.
As'ad menguatirkan serangan semacam ini bisa menjadi provokasi dan menjalar ke tempat-tempat lain jika pemerintah hanya diam. "NU belum bisa melakukan dialog dengan kelompok radikal karena belum dialog saja sudah dikafirkan," kata As'ad.
KARTIKA CANDRA