TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Khusus Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman. Pansus Hak Angket menyinggung soal adanya gesekan atau friksi yang berada di internal KPK.
"Komisi III sudah mencium hal itu. Saudara juga diserang pemberitaan. Jadi bisa dijelaskan apa friksi itu, apa yang membuat friksi itu tajam, apakah rebutan kasus, pribadi, atau soal kenyamanan," kata anggota Pansus Bambang Soesatyo kepada Aris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Baca juga: Direktur Penyidikan KPK Bicara Soal Tuduhan Terima 2 M
Aris pun menjelaskan bahwa friksi tersebut terjadi setelah dirinya menjadi Direktur Penyidikan dua tahun silam. Ketika itu, ia mengatakan butuh penyidik dengan pangkat Ajun Komisaris dan Komisaris. "Sudah rapat di tingkat kedeputian sudah diputuskan, oke, kita menerima penyidik berpangkat AKP dan penyidik dengan pangkat Kompol. Itu ditentang oleh kelompok yang tidak setuju," kata Aris.
Aris mengaku ingin merekrut penyidik senior berpangkat Kompol. Namun, keinginannya ditolak. "Banyak perwira kami di luar yang baik, yang terpelajar, yang ingin punya kesempatan berkarya di KPK. Dan ini tidak disetujui. Apa yang saya usulkan untuk penyidik berpangkat kompol, mereka menyatakan, kami menerima AKP," kata dia.
Aris mengatakan saat itu ada alasan bahwa jika ada penyidik senior yang masuk dalam KPK akan mengganggu stabilitas kinerja KPK. Padahal, kata dia, penyidik senior akan membuat kerja penyidik KPK efektif. "Saya percaya mereka orang yang kerja efektif di KPK," kata dia.
Aris pun dicecar soal nama-nama yang terkait dengan klik atau gesekan yang dihadapinya, ia enggan menjawab. "Saya tidak mau menyebut nama Pak, Bapak bisa mencari lebih lanjut," kata Aris di depan Pansus Hak Angket.
ARKHELAUS W.