TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang menarik dalam pertemuan antara Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran dan rombongan Komisi II DPR RI yang tengah melakukan kunjungan kerja di Palangka Raya, Senin, 31 Juli 2017, yakni ihwal pemindahan ibu kota.
Ketika menyampaikan sambutannya tentang rencana Presiden Joko Widodo yang bakal memindahkan ibu kota pemerintahan RI ke luar Jawa dan salah satu kandidatnya Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran meminta dibuatkan undang-undang yang mengatur masyarakat Dayak, termasuk pelestarian budayanya.
Baca:
Lebaran Betawi, Djarot Tak Yakin Jokowi Pindahkan Ibu Kota Negara
Kemenkeu Setujui Anggaran Kajian Pemindahan Ibu Kota Rp 7 Miliar
Undang-undang ini, menurut dia, penting agar budaya orang Dayak tidak hilang bila kelak nantinya pemerintah pusat menetapkan Kalimantan Tengah sebagai ibu kota pemerintahan.
"Kami sebagai orang Dayak tak ingin budaya kami nanti hilang seperti halnya Betawi," ujar Sabran.
Salah satu cara untuk melindunginya adalah pemerintah menerbitkan peraturan untuk itu. "Kami orang Dayak ingin tetap eksis di tempat kami. Selain itu, hal ini untuk melindungi budaya Dayak," ucapnya.
Nantinya, Sabran berharap, dengan adanya undang-undang ini, orang Dayak bisa terlibat dalam segala hal, termasuk perekonomian.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Aula Jayang Tingang Kantor Gubernur itu, Sugianto Sabran mengeluhkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Undang-undang ini hanya mengurangi ritme kerja kami selaku gubernur. Bayangkan, saya selama satu tahun lebih memimpin Kalimantan Tengah, saya hanya merapikan di dalam dan tak bisa bergerak," katanya ihwal ASN setelah membicarakan rencana pemindahan ibu kota itu.
KARANA WW