TEMPO.CO, Tegal - Mark down atau manipulasi ukuran kapal dari besar menjadi kecil diduga terjadi pada banyak kapal cantrang. Banyak kapal cantrang yang berukuran di atas 30 gross tonage (GT) memperoleh surat ukur di bawah 30 GT. Tujuannya, agar kapal memperoleh izin melaut dan bebas melakukan pelayaran.
Namun, para nelayan di Kota Tegal, Jawa Tengah, enggan disalahkan atas terjadinya markdown ini. Mereka merasa dituduh oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang menyatakan bahwa nelayanlah yang melakukan mark down.
Baca :
Hasil Rapat Bersama Jokowi, Susi: Larangan Cantrang Sudah Final
Menteri Susi: Aksi Cantrang Muncul Tiap Ada Isu Reshuffle Kabinet
“Nelayan dianggap mark down itu setelah adanya pengukuran ulang oleh KKP. Padahal fakta di lapangan tidak demikian,” kata Tambari, salah seorang tokoh nelayan Kota Tegal, Sabtu, 29 Juli 2017.
Dia justru menyalahkan pemerintah. Menurut dia, terjadinya markdown ini lantaran pemerintah pusat melalui KKP tidak menghendaki kapal cantrang beroperasi.
Karena itu, nelayan yang menggunakan kapal cantrang di atas 30 GT mengurus izinnya di tingkat provinsi. Dimana menurut ketentuan, izin lokal setingkat provinsi hanya melayani di bawah 30 GT.
“Begitu ada regulasi baru, verifikasi, diukur ulang, munculah markdown itu. Jadi kalau kami dikatakan markdown ya bukan kesalahan kami, karena nelayan tidak mengeluarkan surat. Yang mengeluarkan surat kan pemerintah,” ujar dia.
Nelayan lainnya, Riswanto, mengungkapkan banyak pemilik kapal yang tidak mengetahui ukuran kapalnya lebih dari 30 GT. Nelayan hanya mengajukan izin dan pemerintahlah yang mengeluarkan izin.
“Untuk di bawah 30 GT itu kan wewenang dari provinsi, sedangkan untuk 30 GT ke atas itu wewenang dari pusat,” kata Pengurus Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Tonny Budiono, mengaku tidak bisa menindak nelayan atas kasus markdown ini. Setelah berkomunikasi dengan sejumlah tokoh nelayan di Kota Tegal, kata dia, ternyata banyak nelayan yang tidak tahu.
Simak : Cap Jempol Darah dalam Surat Nelayan untuk Jokowi
“Itu mungkin kurangnya sosialisasi dari kita. Sehingga kita tidak bisa memberikan punishment bahwa nelayan itu mengadakan markdown. Kita harus bijak. Mungkin karena tidak tahu aturannya,” kata dia sesusai bertemu nelayan cantrang di Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tegal.
Kendati demikian, dia meminta nelayan untuk bersedia kapalnya diukur ulang. Sebab, jika diukur ulang, nelayan akan mendapatkan surat ukur yang valid, sehingga nelayan bisa tenang saat melaut. “Surat ukur itu harus sesuai dengan kenyataan. Ini juga kaitannya dengan keselamatan,” kata Tonny.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ