Mahkamah Konstitusi Luncurkan UUD 45 Dalam Bahasa Bali
Kamis, 14 Desember 2006 14:43 WIB
Bagikan
Iklan
TEMPO Interaktif, Denpasar:Mahkamah Konstitusi meluncurkan terjemahan UUD 45 dalam bahasa Bali. Terjemahan itu merupakan terjemahan yang ke empat dalam bahasa daerah. "Sebelumnya sudah diterjemahkan dalam bahasa Sunda, Bugis dan Jawa," kata Laica Marzuki, anggota Mahkamah Kosntitusi, Kamis.Menurutnya, terjemahan itu adalah sesuai dengan amanat Pasal 32 ayat 2 UUD 45 yang menyebutkan penghormatan terhadap bahasa daerah. Selain itu, kataLaica, untuk menyebarluaskan teks UUD 45 kepada masyarakat luas. Terjemahan, kata dia, mengacu pada bahasa asli dan yang paling umum digunakan di suatu daerah. Untuk di Bali, terjemahan dipimpin oleh Prof Dr Gde Atmadja M. Hum.Meski begitu, terjemahan ini mengundang sejumlah kritik. Dalam diskusi muncul pendapat, terjemahan justru membuka tafsiran-tafsiran yang salah terhadap UUD 45 karena penggunaan bahasa daerah yang kurang tepat. Gde Atmadja meyakinkan, terjemahan itu sudah berdasarkan pedoman baku bahasa Bali. "Istilah-istilah resmi dalam ketatanegaraan kita sengaja tidak diterjemahkan untuk menekan kemungkinan perbedaan persepsi yang berbeda," katanya. Dia mencontohkan mengenai penamaan lembaga-lembaga negara yang tetap mencantumkan nama aslinya.Rofiqi Hasan
Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.
Video Pilihan
Prabowo Sebut Politikus Pura-pura
23 April 2014
Prabowo Sebut Politikus Pura-pura
Menurut Prabowo, dari data yang dia kumpulkan, ada bukti bahwa sejak 1998 hingga sekarang ini kondisi ekonomi Indonesia tak kunjung membaik.
Keinginan Ketua MPR Tak Sejalan dengan Konstitusi
28 Desember 2006
Keinginan Ketua MPR Tak Sejalan dengan Konstitusi
Penambahan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dinilai tidak sejalan dengan Undang Undang Dasar (UUD) 1945. "Berarti harus mengubah UUD kalau mau nambah kewenangan" kata ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agung Laksono di Senayan, Kamis (28/12). Dia khawatir jika keinginan itu dipenuhi tugas-tugas DPR menjadi tidak jelas karena ada peran ganda. Pengawasan selain dilakukan oleh dewan juga dilaksanakan majelis.