TEMPO.CO, Jakarta - Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya menyatakan akan mengikuti arahan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) soal dosen yang terafiliasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Kemarin, Menteri Riset Mohamad Nasir menyebutkan proses pendataan pengajar yang terafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan itu masih dilakukan.
Rektor ITS Prof Joni Hermana menilai pihaknya tak perlu mengeluarkan kebijakan khusus. Sebab, kata dia, secara resmi HTI tidak berada di ITS.
Baca:
Hari Ini Para Rektor Dikumpulkan, Dosen Terlibat HTI Diumumkan?
Dosen Ikut HTI, Menteri: Bukan Diminta Mundur dari PNS, tapi...
“Tidak ada data resmi yang melibatkan dosen ITS. Jadi, ya, tidak perlu mengeluarkan kebijakan tersendiri, cukup meneruskan apa yang telah menjadi arahan Menristekdikti,” ujar dia saat dihubungi Tempo, Selasa, 26 Juli 2017.
Joni menambahkan, pihaknya tak melihat adanya indikasi keterlibatan dosen ITS yang bergabung dengan HTI. HTI juga bukan gerakan bawah tanah seperti PKI sehingga keberadaannya dinilai bakal mudah terdeteksi. “Jadi buat apa kami mencari-cari. Kalau tidak ada (terang-terangan), ya, berarti tidak ada,” ucapnya.
Meski begitu, ITS mengaku belum mendapat surat edaran resmi dari Kementerian soal dosen terafiliasi HTI tersebut. Sosialisasi, kata Joni, terakhir dilakukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto kepada pimpinan perguruan tinggi saat awal rencana revisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Ormas beberapa waktu lalu.
“Setelah itu, belum ada (arahan resmi). Saya tahu dua opsi dari Menristekdikti juga lewat media,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Riset menyatakan segera mengungkap jumlah dosen terafiliasi HTI yang bekerja di perguruan tinggi negeri Indonesia. Pasca-penerbitan Perpu Ormas, organisasi tersebut dibubarkan karena dianggap tak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Simak pula: Menteri Nasir Beri 2 Opsi kepada Dosen PTN yang Terlibat HTI
Pengajar yang terafiliasi HTI, kata Nasir, akan diberikan tiga kali peringatan. Apabila penerima peringatan tak berubah pada peringatan ketiga, pengajar yang tergolong pegawai negeri itu akan diminta mengundurkan diri. Hal itu, kata ia, sudah ada payung hukumnya.
"Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, diatur bahwa pegawai negeri sipil harus cinta pada Pancasila dan UUD 1945 sehingga semua ASN, PNS, tak boleh berafiliasi pada satu organisasi yang berlatar belakang non-Pancasila," tuturnya soal rencana kebijakan yang akan diambil Kemenristekdikti.
ARTIKA RACHMI FARMITA | ISTMAN M.P.