TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) keberatan dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo soal kolom agama di KTP elektronik yang dikosongkan bagi jemaah Ahmadiyah. Mereka minta dalam kolom agama ditulis Islam.
Baca juga: Tjahjo Kumolo Dukung Ahmadiyah Dapat E-KTP, Kolom Agama Kosong
"Kami meminta dicatat sesuai keyakinannya, yaitu agama Islam. Ini merupakan kewajiban pemerintah dan hak kami sebagai warga negara," kata Juru Bicara dan Sekretaris Pers Pengurus Besar JAI Yendra Budiana dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 25 Juli 2017.
Yendra menuturkan komunitas Ahmadiyah di Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menolak syarat penerbitan KTP elektronik yang diminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kuningan, karena syarat tersebut melanggar hukum. "Tak sesuai ketentuan prosedur penerbitan KTP elektronik dan tak berlaku umum atau hanya untuk komunitas Ahmadiyah saja."
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah mengatakan dirinya mendukung jemaah Ahmadiyah untuk tetap mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Hal ini menyusul adanya laporan ke Ombudsman Republik Indonesia dari jemaah Ahmadiyah di Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
"Secara prinsip, perlu saya katakan bahwa enam agama itu harus tercantum dalam e-KTP. Untuk mereka yang memiliki kepercayaan berbeda, kolom agama bisa dikosongkan," ujar Tjahjo di kompleks Istana Kepresidenan saat ditanya soal jemaah Ahmadiyah yang belum mendapat KTP, Senin, 24 Juli 2017.
Dua syarat yang harus dipenuhi atas permintaan Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Manislor adalah mengucapkan kalimat syahadat dan menandatangani surat pernyataan bahwa mereka pindah ke agama Islam.
Menurut Yendra komunitas Ahmadiyah di Manislor menolak menandatangani surat pernyataan syahadat dan baiat masuk Islam, karena jemaah Ahmadiyah sudah beragama Islam, dan ketentuan tersebut tak ada dalam syarat resmi tentang penerbitan KTP elektronik.
Yendra mengungkapkan pihaknya meminta hak yang sama sebagai warga negara untuk diterbitkan KTP elektronik. Ia melihat jika hal itu sulit dilakukan di Kabupaten Kuningan, maka pemerintah bisa menerbitkannya melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. "Secara peraturan memang diperbolehkan."
Jemaah Ahmadiyah, kata Yendra, akan menolak KTP elektronik jika diterbitkan dengan kolom agama kosong karena dianggap melanggar hukum. Menurut Yendra, pemerintah wajib mencatatkan agama di kolom KTP elektronik sesuai keyakinan warga negaranya, dan mereka ingin Islam dicatatkan sebagai agama mereka di kolom KTP itu.
DIKO OKTARA