TEMPO.CO, Yogyakarta - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar memandang tidak ada yang keliru jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak menghadiri panggilan Pansus hak angket KPK.
"Kalau sejak awal merasa prosedurnya aneh lalu tidak menghadiri panggilan Pansus ya silakan. Masak proses tidak pas dipaksakan," kata Zainal di Yogyakarta, Selasa, 11 Juli 2017.
Zainal yang juga dosen UGM ini menilai pembentukan Pansus Hak Angket KPK, bermasalah sejak awal. Hak Angket seharusya dialamatkan kepada presiden beserta jajarannya dan badan pemerintah non-kementerian, bukan kepada lembaga negara yang bersifat independen seperti KPK.
BACA:Pukat UGM: Logika Yusril Soal Hak Angket DPR ke KPK Kacau
Sebab, kata Zainal, di ujung angket, terdapat rekomendasi yang jika tidak dijalankan presiden bisa berlanjut ke hak menyatakan pendapat (HMP).
"Nah kalau ditujukan ke KPK kira-kira apa? kalau rekomendasinya tidak dikerjakan KPK maka DPR tidak bisa mendorong hak menyatakan pendapat karena hak menyatakan pendapat hanya ke presiden dan jajarannya," kata dia.
Di sisi lain, kata Zainal, apabila DPR hanya ingin mengklarifikasi sejumlah hal dengan KPK, seharusnya cukup melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP). "Kalau sekadar mengklarifikasi satu, dua, tiga hal RDP saja sudah cukup sebetulnya," kata dia.
Baca juga:
Yusril: Jika KPK Menolak Pansus Angket, Bisa Gugat ke Pengadilan
Ia khawatir tindakan yang ditempuh DPR tersebut menjadi preseden untuk dilakukan kepada seluruh lembaga negara pelaksana Undang-Undang lainnya. "Bayangkan termasuk Mahkamah Agung (MA) nanti bisa di-HMP-kan," kata dia.
Kendati demikian, apabila KPK memutuskan tetap menghadiri panggilan Pansus, ia berharap tidak seluruhnya disampaikan. Catatan yang berkaitan dokumen kasus di persidangan tetap dikecualikan dan harus dibuka melalui proses hukum bukan di DPR.
"KPK harus tetap selektif mana yang perlu disampaikan dan mana yang tidak. Hal yang berkaitan dengan dokumen persidangan tetap diungkap melalui proses Pro-justitia," kata dia.
ANTARA