TEMPO.CO, Jakarta – Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan KPK belum menentukan sikap resmi menanggapi pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK di Dewan Perwakilan Rakyat. Hari ini, Rabu, 7 Juni 2017, pimpinan Dewan memilih ketua dan wakil ketua Pansus Hak Angket KPK.
Pembentukan Pansus Hak Angket itu diawali penolakan KPK atas permintaan Komisi Hukum DPR untuk membuka rekaman kesaksian tersangka kasus e-KTP, Miryam S. Haryani. KPK, kata dia, tak mempersoalkan upaya pengawasan dari masyarakat maupun mitra kerja. Namun hal itu harus sejalan dengan hukum yang berlaku.
Baca: PUSaKO Menilai Pansus Hak Angket KPK Tidak Sah, Alasannya...
”Sehingga jika ada bentuk upaya lain, organisasi, atau institusi yang memanggil KPK, tapi keabsahannya masih dipertanyakan, kami masih akan uji ulang (terkait dengan sikap) di lingkup internal,” ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu, 7 Juni 2017.
Pembentukan Pansus Hak Angket KPK sempat terkesan dipaksakan, dan diduga ada indikasi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pasal 201 ayat 2 UU tersebut mengharuskan keanggotaan pansus terdiri atas semua unsur fraksi di DPR.
”Jadi, kalau masih ada dua fraksi yang tidak kirim anggota (untuk menjadi anggota pansus hak angket), ada pertanyaan serius apakah itu sah atau tidak secara hukum,” ujar Febri.
Simak: Ketua Pansus Hak Angket KPK: Tak Ada Konflik dengan Kasus E-KTP
KPK, kata Febri, masih menunggu kajian Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengenai indikasi pelanggaran dalam pembentukan pansus hak angket. “Kita tunggu nanti informasi resmi ke KPK.”
Sebelumnya, rapat Pansus Hak Angket KPK, yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon, pada Rabu siang memutuskan Agun Gunandjar Sudarsa sebagai ketua pansus tersebut. Politikus Golkar yang sempat bersaksi di sidang dugaan korupsi e-KTP itu dipilih di hadapan enam fraksi DPR.
YOHANES PASKALIS