TEMPO.CO, Bogor - Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin Tentara Nasional Indonesia (TNI) diberikan kewenangan dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme). Saat memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, presiden berharap Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM sudah menyiapkan skema tersebut.
"Berikan kewenangan TNI untuk masuk dalam RUU ini. Tentu dengan alasan yang Menkopolhukam sudah siapkan," kata Presiden Jokowi, Senin, 29 Mei 2017. Tak hanya itu, Jokowi mendorong agar pembahasan RUU Antiterorisme bisa cepat diselesaikan.
Baca juga:
Bom Kampung Melayu, Jokowi Desak Pembahasan Revisi UU Antiterorisme Dipercepat
Ia beralasan kehadiran Undang-Undang Anti Terorisme amat diperlukan agar aparat penegak hukum mempunyai landasan yang kuat melawan para pelaku teror. "Pak Menkopolhukam agar bisa segera diselesaikan secepatnya," ucap presiden.
Awal Ramadan ini Presiden Jokowi menggelar sidang kabinet paripurna untuk menghadapi persiapan hari raya Idul Fitri 1438 H. Pemerintah tidak hanya ingin kebutuhan masyarakat terpenuh jelang hari raya nanti, tapi juga ada rasa aman saat menjalankan ibadah.
Baca pula:
Wapres JK: Revisi UU Anti-Terorisme Untuk Cegah Serangan Teroris
Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga meminta kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar aktif mencegah penyebaran paham radikal. Menurut dia, lembaga seperti sekolah, tempat ibadah, bahkan hingga penjara dan media sosial dilibatkan dalam program pencegahan paham-paham terorisme. Ia optimistis langkah itu bisa mengurangi aksi-aksi terorisme yang sudah menjadi masalah internasional.
Silakan baca:
Sebab-sebab Lambatnya Pembahasan RUU Antiterorisme
Sebelumnya, anggota Komisi Hukum DPR RI Taufiqul Hadi mengatakan kepolisian harus menjadi leading sector atau mengepalai penindakan aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Ia beralasan rangkaian terorisme di Indonesia masuk dalam kategori tindak pidana.
"Masalah terorisme bukan perang. Ini masalah kejahatan atau kriminal," kata Taufiqul. Oleh sebab itu, lanjutnya, polisi harus hadir sebagai penggerak utama. Bila ada lembaga lain yang ingin terlibat, ia menilai, maka posisinya hanya sebagai pelengkap.
ADITYA BUDIMAN