TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat akan memanggil sejumlah asosiasi penyedia perjalanan haji dan umrah atas dugaan pungutan liar visa perjalanan umrah, yang diterapkan asosiasi tersebut. “Kami akan minta penjelasan lengkap terkait dengan kasus ini,” kata Wakil Ketua Komisi Agama DPR Sodik Mudjahid saat dihubungi, Senin, 22 Mei 2017.
Sebelumnya, sejumlah alumnus Lembaga Ketahanan Nasional mengadukan empat asosiasi perjalanan umrah yang diduga menarik pungutan liar. Empat asosiasi itu berinisial KTRI, AMHRI, ARD, dan HPH. Keempat asosiasi mengutip biaya visa umrah US$ 15 per anggota jemaah. Pungutan itu diduga tidak memiliki dasar hukum. (Baca: Izin Tiga Travel Penyelenggara Umrah Dicabut)
Sodik mengatakan pihaknya sempat meminta penjelasan dari salah satu asosiasi. Ketika itu, asosiasi tersebut menganggap pungutan ini sah. Alasannya, pemerintah Arab Saudi pernah meminta bantuan agen untuk mengurus pembuatan visa umrah, lalu agen meminta bayaran US$ 70 per orang. Karena itu, asosiasi umrah lantas menawarkan diri untuk mengurus pembuatan visa itu dengan bayaran lebih murah, yaitu US$ 15 per orang. “Apabila benar pernyataan asosiasi, artinya kan bayarannya jauh lebih murah dibanding menggunakan agen,” ujarnya.
Namun, Sodik melanjutkan, informasi yang ia terima itu belum terkonfirmasi secara lengkap. “Kami pun belum bisa meminta kejelasan kepada kedutaan Arab Saudi atas penjelasan asosiasi itu,” ucapnya. Karena itu, Komisi Agama DPR masih perlu mendapat penjelasan lebih rinci atas kasus dugaan pungli ini.
Puspa Kemala, alumnus Lemhanas yang ikut mempersoalkan pungutan pengurusan visa umrah, mengatakan Kementerian Agama telah mengeluarkan larangan pungutan biaya untuk visa umrah pada November 2016. Artinya, pungutan yang ditarik asosiasi perjalanan umrah itu melanggar aturan. "Kami juga mendapat keluhan dari sekitar 30 perusahaan, yang sebenarnya tidak mau melakukan pungutan itu," kata Puspa. (Baca: Hati-hati Pilih Biro Umrah dan Haji)
Menurut dia, pada 2016, ada sekitar 634 ribu anggota jemaah umrah dari Indonesia. Bila setiap orang diminta membayar US$ 15, jumlah uang yang diambil asosiasi bisa mencapai US$ 9,1 juta. Ia menduga duit hasil pungli itu dinikmati pengurus asosiasi. Puspa dan alumnus Lemhanas lain berencana melaporkan indikasi pungli ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Kementerian Agama Mastuki menyatakan belum mengetahui kasus ini secara utuh. Menurut dia, urusan visa umrah adalah kewenangan pemerintah Arab Saudi melalui kedutaan besarnya di Indonesia. “Kami hanya berwenang monitoring pelaksanaannya,” tuturnya. Meski begitu, ia mendukung upaya sejumlah kalangan yang berencana melaporkan dugaan pungli ini ke polisi. Ia berharap aparat penegak hukum bisa mengusut kasus ini dengan tuntas. (Baca: Kementerian Agama: Waspada Pilih Agen Umrah)
AMIRULLAH SUHADA | MITRA TARIGAN
Video Terkait: Gagal Berangkat, Calon Jemaah Umroh dari Jawa Timur Ini Telantar