TEMPO.CO, Jakarta -- Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Setyo Wasista, mengatakan lembaganya telah mengantongi sejumlah alat bukti mengenai kegiatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang diduga bertentangan dengan Pancasila dan mengancam keutuhan negara. Salah satunya, kata dia, berupa bukti rekaman kegiatan dakwah HTI di sejumlah universitas yang mengusung ide membangun khilafah di Indonesia.
Namun Setyo enggan memaparkan bukti lainnya. “Yang belum bisa disebut tentu akan menjadi bukti kuat di pengadilan,” kata Setyo kepada Tempo, Selasa 9 Mei 2017. (Baca: Berita Terbaru, Alasan HTI Tolak Sistem Demokrasi Pemerintah Kini)
Kepolisian memang sedang mengumpulkan sejumlah bukti yang akan digunakan pemerintah dalam mengusulkan kepada pengadilan agar membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. Proses pengadilan untuk pembubaran ini diamanatkan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan karena HTI terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai badan hukum perkumpulan sejak 2 Juli 2014.
Rencana pembubaran HTI sebelumnya diumumkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto setelah menggelar rapat tertutup dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. Wiranto mengatakan, selain bertentangan dengan Pancasila, kegiatan HTI mengganggu ketertiban dan mengancam keutuhan negara. (Baca: Disebut Usung Konsep Khilafah di Indonesia, Ini Pengakuan HTI)
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, mengatakan lembaganya telah lama mendeteksi sejumlah organisasi masyarakat yang bersinggungan dengan kelompok radikal dan jaringan terorisme. Beberapa ormas, kata dia, memang berpotensi terlibat secara aktif dengan kelompok radikal karena menolak negara kesatuan dan Pancasila.
Meski demikan, menurut Irfan, hingga saat ini HTI belum terbukti berhubungan secara langsung dengan kegiatan terorisme. Berbeda halnya dengan Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Tauhid yang terkoneksi langsung dengan kelompok teror. “Tapi jauh dari itu, kami melihat ada titik kebersamaan,” kata Irfan. (Baca: Jusuf Kalla Sebut Paham HTI Tak Sesuai Konsep Kenegaraan)
Mantan kombatan Afganistan, Abdurrahman Ayyub, juga mengatakan HTI memang tak terlibat aktif dalam gerakan terorisme. Tapi, menurut staf ahli BNPT ini, ideologi khilafah yang diajarkan HTI tetap berpotensi menjadi ancaman bagi negara. “Paham ini sangat mudah dibawa ke kelompok teror. Walaupun sampai sekarang setahu saya belum ada yang terbukti,” kata dia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan HTI memperjuangkan sistem kekhalifahan lintas batas negara. Menurut dia, pemerintah tak akan mengajukan gugatan pembubaran jika paham tersebut hanya sebatas urusan agama. Tapi, kata dia, HTI pada praktiknya ingin mengubah sistem kenegaraan. “Jadi itu masalahnya. Kalau melanggar kami tak setuju,” kata dia. (Baca: Hizbut Tahrir Indonesia, Dari Dakwah hingga Tudingan Radikalisme)
Juru bicara HTI, Ismail Yusanto, mengatakan tudingan HTI sebagai ormas anti-Pancasila adalah mengada-ada. Dia mengatakan organisasinya telah hidup selama 20 tahun dengan kegiatan utama dakwah Islam di Negara Kesatuan RI. Adapun paham khilafah, menurut dia, adalah salah satu ajaran Islam yang tidak bertentangan dengan dasar negara Pancasila. “Tentu ada, tapi kami tidak bisa melakukan apa pun kalau gagasan itu ditolak,” kata Ismail.
Ismail pun menolak jika HTI dianggap tak berkontribusi positif terhadap negara. Dia mengklaim anggota HTI terlibat aktif dalam dakwah mengkritik kebijakan pemerintah, memerangi narkoba, dan melawan separatisme. (Baca: Hizbut Tahrir Menanggapi Rencana Pembubaran oleh Pemerintah)
AMIRULLAH SUHADA l YOHANES PASKALIS l DANANG FIRMANTO