TEMPO.CO, Ponorogo - Tim tanggap darurat bencana tanah longsor melakukan sterilisasi lokasi yang dinyatakan rawan di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. Delapan zona merah sudah dipasangi rambu larangan dan garis polisi ditutup dengan pagar bambu.
“Agar tidak ada lagi pengunjung terutama yang menganggap lokasi bencana sebagai wisata masuk ke zona merah,’’ kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Ponorogo, Setyo Budiono, Sabtu, 15 April 2017.
Baca: Pengunjung Longsor Ponorogo Nekat Masuk Zona Bahaya
Menurut dia, pengunjung banyak berdatangan sejak musibah itu terjadi. Mereka melihat proses evakuasi korban. Sebagian di antaranya melakukan swafoto dengan memanfaatkan lokasi bencana sebagai latar belakangnya.
Budi, biasa Setyo Budiono disapa, menuturkan pengunjung dari sejumlah daerah itu kurang memperhatikan resiko bahaya di lokasi bencana. Timbunan material longsor dengan volume sekitar satu juta meter kubik dari zona A hingga D masih berpotensi ambles.
Adapun penyebabnya, ia menjelaskan, kontur timbunan tanah masih labil. Apalagi, ada yang menutup saluran sungai sehingga sangat rentan tergerus air. Karena itu, aktivitas di zona berbahaya dihentikan termasuk proses normalisasi lahan untuk sementara waktu.
“Untuk menghindari jatuhnya korban jiwa lagi. Maka, zona berbahaya dikosongkan dulu termasuk bagi pengunjung,’’ ujar Budi. Masa tanggap darurat pun diperpanjang sepekan, sehingga berakhir pada Sabtu, 22 April 2017.
Baca: Longsor Ponorogo, Masa Tanggap Darurat Diperpanjang Sepekan
Menurut Budi, ada lima hal yang menjadi prioritas penanganan selama masa tanggap darurat. Rumah penampungan sementara, sanitisasi air bersih, distribusi bantuan, sterilisasi zona merah longsor, dan pengungsi ditargetkan sudah rampung ditangani hingga sepekan ke depan.
Kepala Desa Banaran, Sarnu, menuturkan, kelima hal tersebut menjadi harapan warga yang terdampak bencana longsor. Saat ini, proses pengadaannya sedang berjalan. Dalam waktu dekat akan dimanfaatkan. “Untuk rumah penampungan sementara sudah jadi dan akan ditempati 19 KK (kepala keluarga),’’ ujar dia.
Rumah belasan KK itu hilang tertimbun bencana longsor yang terjadi Sabtu, 1 April 2017. Hingga kini, mereka masih tinggal di sejumlah titik pengungsian bersama warga yang lain. Sebagian bantuan makanan dan barang kebutuhan yang diterima dari dermawan telah dibawa ke rumah penampungan sementara.
NOFIKA DIAN NUGROHO