TEMPO.CO, Yogyakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Daerah Istimewa Yogyakarta M Afnan Hadikusumo melaporkan dua koleganya ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sebab, saat rapat paripurna, Senin, 3 April 2017 terjadi keributan hingga dia jatuh dan kepalanya terbentur meja.
Dua senator yang dilaporkan Afnan adalah Benny Ramdhani asal Sulawesi Utara dan Delis Jujarson Hehi asal Sulawesi Tengah. Afnan mengaku telah mengantongi bukti dan saksi. "Kepala benjut dan tensi darah naik jadi 180," kata Afnan saat ditemui di Yogyakarta, Selasa, 4 April 2017.
Menurut dia, rapat paripurna yang berujung ricuh itu membahas dua agenda. Yaitu pembacaan putusan Mahkamah Agung dan acara lain-lain yang tidak melanggar hukum. Kalau ada agenda yang melanggar hukum, maka rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPD Kanjeng Ratu Hemas dan Farouk Muhammad ditutup.
Baca: Ricuh DPD, Senator dari Yogya: Saya Diseret dan Dibanting
Sebelum rapat paripurna dibuka, kata dia, sudah banyak keributan. Senator asal Jawa Timur Achmad Nawardi misalnya, maju ke podium sambil berteriak-teriak. Padahal podium merupakan lokasi yang khusus, tidak diperbolehkan ada yang ke podium kecuali diizinkan pimpinan rapat.
"Atas dasar itu, karena saya dan Pak Hafidz Asrom (senator dari Yogyakarta) duduk paling depan, saya maju meminta kepada Nawardi turun dari podium dulu. Saya bilang nanti kalau rapat sudah dibuka, Pak Nawardi diberi kesempatan bicara," kata Afnan.
Namun Nawardi tidak mau turun. Lalu Beni Ramdhani dan Delis Jujarson menarik Afnan hingga terjatuh dan kepalanya membentur meja. "Sepetinya chaos-nya ada yang mendesain, yang tujuannya menurunkan kredibilitas pimpinam dan mengambil alih rapat. Tapi skenario itu gagal," kata Afnan.
Simak: Kisruh DPD, Ratu Hemas Anggap Terpilihnya Oesman Sapta Ilegal
Afnan menuturkan Mahkamah Agung mengabulkan gugatan empat Anggota DPD yang mengajukan uji materi terhadap Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib. Para senator menggugat peraturan tersebut karena dianggap melenceng dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
Putusan Mahkamah Agung memerintahkan pimpinan DPD mencabut Tata Tertib nomor 1 tahun 2016. Selain itu juga memerintahkan pimpinan DPD untuk mencabut Tata Tertib nomor 1 tahun 2017 yang isinya sama dengan Tata Tertib nonor 2 tahun 2016.
Pada 2016 belum ada aturan peralihan, kata dia, lalu dibuat pada tata tertib 2017. Ternyata oleh para senator aturan peralihan itu dianggap berlaku surut. Padahal, menurutnya, tidak ada aturan yang berlaku surut kecuali untuk undang-undang tentang terorisme dan pelanggaran hak asasi manusia berat. "Maka saya mengajukan nota keberatan," kata dia.
Lihat: Jusuf Kalla: Kericuhan di Sidang Paripurna DPD Memalukan
Senator yang promasa jabatan pimpinan DPD 5 tahun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. Keputusannya menolak tata tertib 2016 dan 2017. Maka yang berlaku adalah tata tertib 2014, yaitu masa jabatan pimpinan DPD selama 5 tahun, bukan 2 tahun 6 bulan.
Anggota DPD dari Sulawesi Barat yang ditemui di Yogyakarta Asri Anas mengaku termasuk yang mendorong masa kepemimpinan 2 tahun 6 bulan. Namun, karena sudah ada keputusan Mahkamah Agung, ia patuh. "Saya yakin Mahkamah Agung tidak akan melanggar keputusannya sendiri dengan melantik Oesman Sapta Odang," kata dia.
MUH SYAIFULLAH