TEMPO.CO, Semarang - Kepala Balai Taman Nasional Karimun Jawa, Agus Prabowo membenarkan rusaknya terumbu karang kawasan konservasi di wilayah kerjanya sebagaimana laporan aktivis lembaga swadaya masyarakat Alam Karimun (Akar) ke DPRD Jawa Tengah, Senin, 21 Maret 2017.
Menurut dia, kasus terbaru adalah tongkang menambrak terumbu karang dengan sengaja. “Tongkang tidak terdampar tapi sengaja diparkir,” kata Agus.
Agus mengatakan kejadian tongkang menabrak terumbu karang pertama pada 14 Maret 2017 menimbulkan kerusakan yang diperkirakan mencapai 600 meter. Sedangkan kejadian pada 11 Februari 2017, ada empat kapal tongkang menabrak di sekitar Pulau Gosong Cilik dan Tengah yang dipastikan menghancurkan terumbu karang. “Kapal tongkang itu berada di daerah larangan.”
Baca:
Kapal Tongkang Rusak Terumbu Karang Taman Nasional ...
Reportase Tempo ke Raja Ampat: Terumbu Karang Hancur Berantakan
Lembaga swadaya masyarakat Alam Karimun melaporkan kerusakan terumbu karang di Taman Nasional Karimun Jawa, Kabupaten Jepara itu ke DPRD lantaran pengaduannya ke Balai Taman Nasional Karimunjawa di Kota Semarang dan Kantor Syahbandar dan Navigasi tidak ditanggapi.
“Kerusakan terumbu karang di Karimunjawa sudah berulang kali kami adukan, tapi jarang ditanggapi,” kata Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Alam Karimun, Jarhanudin, saat mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, Selasa 21 Maret 2017.
Alam Karimun mencatat sudah lima kali tongkang menabrak terumbu karang. Satu di antaranya menabrak dermaga kapal yang sebenarnya hanya untuk bersandar kapal kecil. Terumbu karang yang rusak parah itu berada di antaranya Kepulauan Karimunjawa seluas 1.660 meter persegi.
Baca juga:
KPK Simpan Nama-nama Pengembali Uang Kasus E-KTP, Sebab...
Anak Buah Bupati Banyuasin Dituntut 5 Tahun Penjara
Penggunaan kapal tongkang secara ilegal itu dilakukan warga Karimun yang menyalahgunakan pulau kecil sebagai pelindung kapal saat musim angin barat dan ombak besar. “Di sana ada warga pemilik jaringan radio yang memfasilitasi pemandu tongkang secara ilegal,” kata Jarhanudin.
Tongkang itu disandarkan di pantai yang tidak disesuaikan dengan kondisi pantai. Mereka juga menyerobot jalur wisata sehingga tak jarang banyak wisatawan terganggu. Aktivitas sandar tongkang juga menimbulkan polusi udara dan air akibat batu bara yang diangkut.
Menurut Agus, selama ini tongkang berada di kawasan konservasi, sehingga masuk dalam pelangaran pidana dan sudah dilaporkan ke Balai Penegakan Hukum. “Kami tak punya kewenangan memidana dan penegakan hukum.”
Peran balai yang dipimpinnya, kata Agus, mulai mandul setelah posisinya berada di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem yang membawahi Balai Penegak Hukum di Surabaya dengan wilayah kerja Jawa, Bali Dan Nusa Tenggara. “Bahkan sudah kami laporkan dan koordinasi dengan Dirjen di Jakarta.”
EDI FAISOL