TEMPO.CO, Jakarta – Seorang pegawai negeri sipil Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung, Juhri, hadir dalam persidangan dugaan penodaan agama yang melibatkan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Juhri memberikan keterangan sesuai dengan kapasitasnya sebagai salah satu anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tingkat kabupaten dalam pemilihan Gubernur Bangka Belitung 2007.
Berdasarkan pengamatannya sebagai anggota panwas, ia beberapa kali menemukan selebaran yang berisi imbauan agar tidak memilih pemimpin nonmuslim. Imbauan tersebut disebarkan selama masa kampanye. Menurut Juhri, selebaran tersebut masuk kategori pelanggaran pilkada saat itu.
Baca: Hakim Tegur Mantan Sopir yang Tengok Ahok: Enggak Usah Takut
Juhri mengatakan dirinya beberapa kali menemukan pelanggaran serupa, yaitu ajakan untuk hanya memilih pemimpin yang berasal dari satu akidah atau seagama. Menurut dia, selebaran itu selalu muncul setiap kali ada pasangan calon yang berasal dari kalangan nonmuslim.
”Sering ada selebaran. Ketika ada kandidat nonmuslim yang mencalonkan diri, maka ini biasanya akan muncul, selebaran yang menggunakan ayat suci Al-Quran,” ujar Juhri di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa, 14 Maret 2017.
Selebaran tersebut, kata Juhri, tersebar di beberapa tempat, seperti jalan, masjid, juga rumah penduduk. Selebaran tersebut ditemukan sepanjang masa kampanye, bahkan hingga semalam sebelum hari pencoblosan.
Menurut Juhri, jumlahnya cukup banyak. Sebagian selebaran tersebut dimusnahkan, sebagian lagi diserahkan ke Panwaslu tingkat provinsi.
Simak: Sidang Ahok, Ini Alasan Pengacara Hadirkan Saksi dari Belitung
”Berdasarkan hasil rapat pleno tingkat provinsi, pelanggaran tersebut masuk kategori tindak pidana. Hasil tersebut muncul berdasarkan laporan Panwaslu tingkat provinsi yang dibawa kepada kepolisian,” ujar Juhri.
Pada 2014, Juhri mengatakan kejadian serupa terulang saat Teli Gozali mencalonkan diri sebagai Bupati Belitung. Saat itu, Juhri sudah tidak menjadi anggota Panwaslu, melainkan menjabat pegawai negeri sipil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung Timur.
LARISSA HUDA