TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas anggota dan pimpinan di Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 diduga menerima aliran duit proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP. Nama mereka ada dalam berkas dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hari ini, Kamis, 9 Maret 2017. Setidaknya, 52 anggota dan mantan anggota DPR dari Komisi Pemerintahan diduga memperoleh fulus suap proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Sejumlah orang yang telah melihat surat dakwaan itu menyatakan 52 orang itu meliputi 4 pemimpin komisi, 5 ketua komisi, dan 8 anggota komisi dengan nama yang disebutkan satu per satu. Kedelapan anggota itu, yakni Markus Nari, Yasonna Laoly, Khatibul Umam Wiranu, Miryam Haryani, Arief Wibowo, Agun Gunanjar Sudarsa, Mustokoweni, dan Ignatius Mulyono. Adapun sisanya, 37 orang, tak disebutkan dalam berkas dakwaan.
Baca: E-KTP, Politikus Golkar-Demokrat Diduga Terima Dana Terbesar
Pimpinan komisi yang disebutkan, antara lain mantan ketua komisi dari Partai Golkar, Chairuman Harahap, yang menerima Rp 31,66 miliar, dan mantan wakil ketua komisi dari PDI Perjuangan, yang kini menjadi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Rp 5,04 miliar. Adapun lima ketua kelompok fraksi dari Partai Keadilan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura masing-masing mendapat Rp 495 juta.
Sedangkan delapan anggota komisi itu di antaranya politikus Partai Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa, yang mendapat Rp 10,8 miliar; serta politikus PDI Perjuangan, yang kini menjadi Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Rp 814 juta. Adapun 37 anggota komisi memperoleh duit senilai Rp 174-241 juta.
Baca: Kasus e-KTP, Gandjar: KPK Perhadapkan Saya dengan Saksi Lain
Sejumlah politikus tersebut telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pihaknya belum bisa mengungkap nama-nama anggota dan mantan anggota Dewan penerima duit itu. “Kami akan sampaikan di pengadilan secara utuh,” kata dia.
Menurut Febri, dalam persidangan akan dijelaskan kronologi dari awal peristiwa, yakni saat rapat pembahasan anggaran hingga berjalannya proyek yang merugikan negara sebesar Rp 2,55 triliun ini. Apalagi KPK mencurigai adanya praktek "ijon" dalam bancakan proyek ini. “Dua terdakwa bersama-sama melakukan perbuatannya dengan pihak lain,” ujarnya. “Baik mereka yang dari kementerian maupun legislatif.”
Persidangan kasus ini menghadirkan dua terdakwa, yakni Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto serta mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman. Kasus ini akhirnya masuk persidangan setelah KPK menyelidiki mereka yang terlibat sejak April 2014.
Hari ini, dakwaan mereka akan dibacakan jaksa penuntut umum KPK, yang diketuai Taufiq Ibnugroho di Ruang Sidang Kusuma Atmadja 1, lantai satu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Persidangan itu dipimpin hakim Jhon Halasan Butar-Butar dan empat hakim lain, yakni Franky Tumbuwan, Emilia, Anwar, dan Anshori.
Baca: Anggota DPR Tersandung Kasus e-KTP, Fadli Zon Berharap Itu Rumor
Sejumlah orang yang masuk berkas dakwaan menampik terlibat dalam kasus ini. Pada pertengahan Desember 2016, Chairuman membantah telah menerima uang ataupun membagi-bagikannya. “Saya tak menerima atau membagikan uang,” kata dia. Sebelumnya, Agun menyatakan tak mengetahui perkara ini. “Saya tidak mengetahui,” kata dia.
Ganjar mengatakan sudah melihat foto berkas dakwaan yang menyebar ke media sosial yang menyebutkan namanya menerima uang e-KTP. Namun ia membantah telah menerimanya. “Saya tidak menerima uang,” ujarnya. Adapun Yasonna beberapa kali membantah terlibat dalam kasus ini. Senada dengan mereka, Arief, Khatibul, dan Miryam juga telah beberapa kali membantah terlibat dalam kasus tersebut.
MAYA AYU PUSPITASARI | AHMAD RAFIQ
Video Terkait:
Sidang Perdana E-KTP, Terdakwa Terima Dakwaan Jaksa
Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidang
Terkait Kasus E-KTP, Anggota DPR Ade Komarudin Diperiksa KPK
Anas Urbaningrum Diperiksa KPK Terkait Proyek E-KTP