TEMPO.CO, Jakarta - Wildlife Conservation Society Indonesia Program mencatat perdagangan satwa liar secara ilegal meningkat empat kali lipat sejak 2010, dengan nilai perdagangan mencapai Rp 13 triliun per tahun.
Jumlah tersebut diasumsikan sebagai jumlah minimum perdagangan ilegal satwa liar yang berhasil diungkap. "Jika perdagangan ilegal terus terjadi di masa depan dengan volume yang sama atau bahkan lebih besar dari yang ditemukan, masa depan keanekaragaman hayati Indonesia akan terancam," kata Program Manager Wildlife Trade-Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) Dwi Nugroho Adhiasto.
Baca juga: Kejagung dan Organisasi Konservasi Perangi Kejahatan Satwa
Pernyataan itu disampaikan Dwi dalam konferensi pers memperingati Hari Hidupan Liar Sedunia 2017 di Jakarta. Turut hadir menjadi pembicara dalam acara itu, yakni Marison Guciano dari Yayasan Scorpion Indonesia dan Pramita Indrarini dari perkumpulan Tambora Muda. Tema Hari Hidupan Liar Sedunia 2017 adalah “Mendengarkan Suara Kaum Muda” (Listen to the Young Voices).
Menurut data Wildlife Crime Unit (WCU), lembaga anti-kriminalitas perdagangan satwa liar yang dibentuk WCS-IP, sepanjang 2016 tercatat 91 operasi penangkapan dan 52 di antaranya melibatkan WCU.
Dari 52 penangkapan dengan 89 pelaku ini, 90 persen kasus proses hukumnya berjalan sampai dengan peradilan. Sedangkan 28 kasus dalam proses penyidikan atau persidangan, 19 kasus sampai vonis, 4 kasus mendapat sanksi administrasi berupa surat peringatan dan wajib lapor, serta 1 kasus dihentikan karena bukti belum kuat.
Rata-rata vonis yang diterima pelaku sekitar sembilan bulan penjara dengan denda 10 juta rupiah. Vonis tertinggi dua tahun penjara dengan denda Rp 5-10 juta.
"Vonis pengadilan ini belum memenuhi rasa keadilan karena masih jauh dari hukuman maksimal lima tahun dengan denda Rp 100 juta sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” kata dia.
Simak juga: Baru Terungkap, Gajah Liar Hanya Tidur 3 Jam Sehari
Dwi menjelaskan, revisi undang-undang yang sedang dibahas DPR itu harus tegas mengatur soal penegakan hukum.
"Beri hukuman berat untuk memberi efek jera," ujar Dwi.
Selain itu, hukuman bagi individu yang memelihara satwa liar, yang umumnya adalah orang kaya. "Sebenarnya, mereka penjahat juga. Jadi jangan yang disasar hanya para pemburu satwa liar, tapi orang kaya yang memelihara juga harus dihukum," kata Dwi.
UNTUNG WIDYANTO