TEMPO.CO, Semarang - Rencana perayaan Cap Go Meh di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, pada 19 Februari 2017 akhirnya dibatalkan. Panitia memutuskan acara tersebut dipindah ke Balai Kota Semarang menyusul adanya beberapa organisasi kemasyarakatan Islam yang menolak kegiatan tersebut digelar di area masjid.
Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Tengah Dewi Susilo Budiharjo menyatakan panitia menyepakati perpindahan lokasi tersebut. “Panggungnya yang di MAJT juga sudah dipindah," kata Dewi, Sabtu, 18 Februari 2017.
Baca: Ditolak Ormas Islam, Perayaan Cap Go Meh Semarang Dipindah?
Dewi menyatakan tak ada perubahan signifikan dalam acara ini kecuali lokasinya digeser dari MAJT ke Balai Kota Semarang. Dua lokasi ini masih berada dalam area Kota Semarang atau berjarak sekitar empat sampai lima kilometer.
Adapun rangkaian acara tidak ada perubahan sama sekali. Panitia sudah berembuk dengan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perayaan ini. Ada berbagai alasan sehingga panitia tak mempersoalkan perindahan acara ke Balai Kota Semarang. “Balai Kota juga merupakan rumah besar bagi masyarakat Kota Semarang," katanya.
Panitia mengundang beberapa tokoh untuk dialog bersama, di antaranya KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Habib Luthfi bin Yahya, Bhante Dhammasubho Mahathera, Romo Aloysius Budi Purnomo, dan Marga Singgih.
Baca: Aktivis Sesalkan Penolakan Perayaan Cap Go Meh di Masjid
Dalam perayaan Cap Go Meh di Semarang tahun ini ditargetkan bisa pemecahan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia, yaitu diikuti 12 ribu orang makan lontong Cap Go Meh. Mereka akan makan bersama-sama sebagai bentuk keharmonisan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sebelumnya, berdasarkan catatan, peserta makan lontong Cap Go Meh terbanyak terjadi di Berau, Kalimantan Timur. Saat itu, acara tersebut diikuti 11 ribu orang.
Meskipun ada target memecahkan rekor, Dewi mengatakan yang terpenting bukan jumlah orang yang akan ikut makan lontong, tapi kebersamaannya. “Kami ingin ada keindahan dan keharmonisan seluruh masyarakat yang hadir dari berbagai agama, suku, ras, dan sebagainya dalam perayaan budaya tersebut,” katanya.
ROFIUDDIN