TEMPO.CO, Semarang - Kalangan aktivis di Kota Semarang menyesalkan langkah sejumlah organisasi Islam yang menolak perayaan Cap Go Meh digelar di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, pada Ahad besok, 19 Februari 2017.
Baca juga: Forum Umat Islam Semarang Tolak Acara Cap Go Meh di Masjid
Ketua Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Tedi Kholiludin menyatakan peristiwa penolakan itu semakin meneguhkan Kota Semarang menjadi panggung baru bagi kelompok-kelompok intoleran. “Cap Go Meh itu selebrasi (perayaan) budaya. Bukan selebrasi agama. Ini tradisi kebudayaan. Acara itu bukan ibadah. Kenapa tidak boleh diadakan di halaman masjid,” kata Tedi, Sabtu, 18 Februari 2017.
Menurut Tedi, halaman rumah ibadah, yang sejatinya menjadi ruang publik yang terbuka akan menjadi sangat eksklusif jika acara Cap Go Meh di masjid ditolak.
Karena acara Cap Go Meh ditolak, kata Tedi, perjumpaan antarumat manusia yang mestinya terbangun di tempat itu semakin sulit dilakukan. “Sekat-sekat atas nama identitas agama semakin dipertebal,” katanya.
Panitia mengundang beberapa tokoh untuk mengisi acara, seperti Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Habib Luthfi bin Yahya, Bhante Dhammasubho Mahathera, dan Romo Aloysius Budi Purnomo.
Menurut Tedi, tak ada sedikit pun penodaan terhadap masjid saat di halamannya digelar ritus-ritus kebudayaan.
Tedi berpendapat, tidak akan berkurang kesakralan sebuah masjid yang halamannya menjadi ruang terbuka untuk perjumpaan semua elemen agama. “Bukankah pengajian-pengajian Emha Ainun Najib di Halaman Masjid Simpang Lima juga kerap diselingi paduan musik-musik gerejawi? Dan apakah ketika itu dilakukan jemaah masjid menjadi berkurang?” ujar Tedi.
Sebelumnya, rencana perayaan Cap Go Meh di halaman Masjid Agung Jawa Tengah, Kota Semarang, akhirnya dipindah karena dipersoalkan sejumlah organisasi Islam di Semarang.
Ketua Pemuda Muhammadiyah Semarang Juma’i, yang menjadi salah satu penolak Cap Go Meh di masjid, menyatakan perayaan Cap Go Meh akhirnya dipindah ke Balai Kota Semarang. “Silakan Cap Go Meh digelar. Tapi yang penting jangan dilaksanakan di area masjid,” kata Juma’i, Sabtu, 18 Februari 2017.
Selain Pemuda Muhamadiyah, penolak lain dari perwakilan Hizbut Tahrir Indonesia, Forum Umat Islam Semarang, Pemuda Ka’bah, dan Front Pembela Islam Jawa Tengah. Mereka mendatangi kantor Kepolisian Daerah Jawa Tengah untuk menolak acara itu.
ROFIUDDIN