TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyatakan Nahdlatul Ulama (NU) tetap konsisten menjadi penengah dalam konstelasi kehidupan berbangsa.
"Menjadi penengah bukan tugas yang mudah, namun menjadi pengabdian para kiai NU," kata Said Aqil dalam peringatan Hari Lahir Ke-91 NU di Jakarta, Selasa malam 31 Januari 2017.
Said Aqil menuturkan, sikap tersebut bagian dari komitmen NU untuk terus menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Komitmen itu, kata dia, merupakan prinsip kebangsaan yang diwariskan para pendiri NU.
Apalagi, dia menambahkan, NU terlibat aktif membidani kemerdekaan Indonesia melalui BPUPKI dan PPKI pada 1945. Saat itu, NU menyerukan resolusi jihad 22 Oktober 1945 yang mewajibkan mengangkat senjata mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Said mengatakan di era Orde Baru NU menjadi ormas yang pertama kali menerima Pancasila sebagai asas tunggal. NU pun terlibat aktif melahirkan era reformasi. Kini, Said berujar, NU menolak radikalisme agama dan sentimen SARA yang mengancam keutuhan NKRI. Dia menyebut puluhan juta warga NU istiqomah membentengi Indonesia dari ekstremisme kiri maupun ekstremisme kanan.
Said Aqil menambahkan, NU menjadi payung besar tegaknya toleransi beragama di Indonesia. Prakteknya, ujar dia, dalam berdakwah menggunakan cara yang santun, menekankan kesabaran, kepasrahan, dan kejernihan batin, sekaligus semangat untuk menghadapi masa depan.
"Para kiai NU selalu menganjurkan untuk damai, jangan suka bertengkar. Inilah yang dilakukan para kiai kampung, para kiai NU selama ini," kata dia.
NU yang genap berusia 91 tahun pada 31 Januari 2017, kata Said Aqil, tidak pernah sekalipun melakukan bughat atau makar terhadap Pancasila dan NKRI. "Inilah Nahdlatul Ulama, meski di-bully, difitnah, dan dicaci tetap berdiri membela NKRI," kata Said Aqil.
Sejumlah tokoh nasional hadir dalam acara itu, antara lain Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Setya Novanto, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan sejumlah menteri Kabinet Kerja.
ANTARA