TEMPO.CO, Yogyakarta - Kedua paman Syaits Asyam, mahasiswa Teknik Industri Angkatan 2015 Universitas Islam Indonesia (UII), Lilik Margono dan Seno Aji menengarai ada kejanggalan dalam kasus yang menimpa keponakannya. Syaits meninggal dunia dalam perawatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta usai mengikuti pelatihan dasar The Great Camping (TGC) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unisi UII pada 21 Januari 2017.
“Sampai saat ini tidak ada penjelasan dari pihak panitia atau Mapala soal kronologinya kepada keluarga,” kata Lilik (52 tahun) saat ditemui di rumah duka di Jetis, Catur Harjo, Sleman, Senin, 23 Januari 2017.
Baca juga: Mahasiswa UII Tewas, "Pak Menteri" Itu Berpulang
Meskipun pada saat jenazah Syaits dikebumikan pada 22 Januari 2017 di makam keluarga Demang Ranggawarsita, Rektor UII Harsoyo hadir dan mengucapkan bela sungkawa. Pengurus Mapala UII pun datang.
“Tapi dari pengurus Mapala terkesan mengelak. Alasannya diksar itu ada panitianya sendiri,” kata Lilik.
Penjelasan yang dibutuhkan Lilik dan Seno antara lain kronologi kejadian hingga Syaits diketahui mengalami sesak nafas. Mengingat tubuh Syaits ditemukan sejumlah luka seperti di kedua punggung tangannya. Juga pengakuan Syaits sebelum meninggal kepada ibunya, Sri Handayani, bahwa dia sempat disabet punggungnya dengan rotan sepuluh kali, mengangkat air dengan lehernya, dan kakiknya diinjak.
Kemudian tak ada penjelasan tentang bagaimana Syaits dibawa ke Bethesda dari lokasi. Mengingat kondisi Syaits sudah kepayahan dan diketahui sesak nafas setiba di Bethesda.
“Kalau kondisinya seperti itu, kenapa tidak dibawa pakai ambulans? Kenapa pakai kendaraan biasa yang tentu tidak sedia oksigen,” kata Lilik.
Syaits tiba di Bethesda pada pukul 05.30 WIB. Namun keluarga baru mendapat kabar pukul 10.30 WIB. Orang yang memberikan kabar pun bukan panitia diksar, melainkan teman kuliah Syaits. Padahal sebelum Syaits mengikuti diksar, panitia memberikan blanko yang harus ditandatangani keluarga yang intinya mengizinkan Syaits mengikuti diksar. Hal serupa juga diterapkan pada peserta lainnya.
“Di situ kan ada nomor telepon orang tuanya. Kenapa tidak langsung segera menghubungi? Mengapa bukan panitia yang melakukan?” kata Lilik, jengkel.
Mengingat kondisi itu pula, ayah Syaits, Abdullah Arby meminta jenasah anaknya diotopsi di RS Sardjito Yogyakarta. Salah satu hasil yang diketahui Sri Handayani adalah ada luka memar pada paru sebelah kanan. “Mungkin itu yang menyebabkan Syaits sesak nafas,” ujar Sri.
Menanggapi hal tersebut, Rektor UII Harsoyo menegaskan, pihaknya telah membentuk tim investigasi yang melibatkan unsure hukum, medis forensik, pskikologi, dan pimpinan UII. Tim telah bekerja sejak 21 Januari 2017 hingga sepekan kemudian.
“Kami tengah meminta klarifikasi dari panitia dan pengurus Mapala. Dan prosesnya belum selesai,” kata Harsoyo saat memberikan keterangan pers di Gedung Rektorat Kampus UII Terpadu Jalan Kaliurang Km 14,5.
Dia menjanjikan akan menyampaikan hasil investigasinya secara obyektif kepada publik. Meskipun proses kegiatan TGC tersebut dinilai telah memenuhi standar proses perizinan, Harsoyo memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan diksar maupun semua kegiatan outdoor lainnya hingga investigasi selesai.
Kegiatan diksar yang berlangsung sejak 13-20 Januari 2017 itu melibatkan 37 peserta. Dua orang di antaranya meninggal dunia. Selain Syaits, juga mahasiswa Teknik Elektro Angkatan 2015 Muhammad Fadli yang meninggal saat perjalanan ke RSUD Karanganyar pada 20 Januari 2017. Sedangkan 35 peserta lainnya telah menjalani pengecekan medis atas permintaan dari pengurus Mapala.
“Satu orang rawat inap karena sakit bronchitis,” kata Wakil Rektor III Abdul Jamil.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Simak: Empat Jam Diperiksa, Rizieq Syihab Ditanya 23 Pertanyaan