TEMPO.CO, Yogyakarta - Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Angkatan 2015 Universitas Islam Indonesia (UII) YOGYAKARTA Syaits Asyam yang meninggal dunia usai mengikuti Pendidikan Dasar The Great Camping (TGC) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unisi UII di lereng selatan Gunung Lawu, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah pada 21 Januari 2017 lalu.
Mahasiswa itu tercatat sebagai pelajar berprestasi saat duduk di bangku SMA. Sebelum melanjutkan kuliah di UII, Syaits tercatat sebagai siswa SMA Kesatuan Bangsa Yogyakarta.
Baca juga: Dua Mahasiswa UII Tewas Usai Ikuti Pendidikan Dasar Mapala
“Anak saya meraih emas di Jakarta dan Belanda. Tidak hanya mengharumkan nama sekolah, tapi juga bangsa,” kata ibunya, Sri Handayani (46 tahun) saat ditemui di kediamannya di Jetis, Catur Harjo, Sleman, Senin, 23 Januari 2017.
Prestasi yang diraihnya adalah meraih medali emas Bidang Kimia dalam Ispro 2014 di Jakarta dan meraih medali emas dalam Inespro 2014 di Belanda. Anak semata wayang pasangan Sri Handayani dan Abdullah Arby (46 tahun) yang rajin salat itu juga membuat perencanaan karier. Saat Tempo menengok kamarnya, sebuah kertas putih bertuliskan My Career Plan dengan tulisan tangan ditempel di dinding kamarnya.
Di sudut kanan, Syaits melukis matahari berwarna merah kemudian kata “Succes” di sisi tengah atas. Dua buah gambar awan di sisi kiri dan kanan dihubungkan garis melengkung warna warni seperti pelangi. Gambar awan sebelah kiri bertulisan “zero” dan sebelah kanan “hero”. Kemudian dia menggambar piramida yang berisi langkah-langkah perencanaannya. Dia mentargetkan lulus S1 pada 2019 dan kemudian melanjutkan S2 di Oxford.
Syaits termasuk anak yang selalu menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas. Saking sibuknya, Sri memanggilnya dengan sebutan “Pak Menteri”.
“Sebegitunyakah ingin menyenangkan ibunya. Belum bekerja sudah sibuk seperti Pak Menteri,” kata Sri suatu ketika saat berseloroh dengan Syaits.
Syaits tiba di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta setelah diantar oleh Pengurus Mapala UII pada pukul 05.30 WIB. Setiba di rumah sakit, Syaits mengalami sesak nafas meskipun tidak mempunyai riwayat asma. Sedangkan Sri baru mendapatkan pemberitahuan melalui telepon oleh teman kuliahnya pada pukul 10.30 WIB. Atas saran dokter yang merawatnya, Sri diminta menyiapkan kertas dan pena untuk mencatat setiap pesan yang disampaikan Syaits mengingat kondisinya sudah kepayahan.
Berdasarkan pengakuan Syaits yang dicatat Sri di atas kertas berkop surat RS Bethesda, bahwa Syaits mengalami perlakuan fisik dari seniornya saat diksar. Yaitu punggung disabet dengan rotan sebanyak 10 kali, membawa air dengan menggunakan leher hingga kesakitan, serta kaki diinjak. Berdasarkan hasil otopsi forensik di RSUP Sardjito yang diketahui Sri, terdapat luka memar pada paru sebelah kanan yang diduga penyebab korban sesak nafas.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Baca juga: Sulami 'Manusia Kayu': Semoga Ada Keajaiban