INFO MPR - “Saat ini, adanya kelemahan dalam pemahaman dan sempitnya pemaknaan keagamaan sehingga muncul ekstremis. Radikalisme terjadi di semua agama," ujar Wakil Ketua MPR E.E. Mangindaan di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, 8 Desember 2016. Radikalisme, kata Manindaan, mengganggu pemahaman tentang Pancasila dan menjadi tantangan kebangsaan.
Tantangan kebangsaan lain adalah pengabaian kepentingan daerah serta fanatisme kedaerahan. Seperti dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), fanatisme kedaerahan muncul dan sikap primodialisme pun terjadi. Seolah-olah hanya putra asli daerah yang bisa jadi kepala daerah. Menurut Mangindaan, hal tersebut mengganggu kebhinnekaan. “Kurangnya penghargaan terhadap kebhinnekaan muncul saat-saat ini,” ujarnya.
Mangindaan menambahkan, tantangan kebangsaan juga muncul dari penguasa yang sewenang-wenang. “Ketika jadi pemimpin seolah semua menjadi miliknya,” ucapnya. Dia mengingatkan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat sehingga keadilan hukum harus ditegakkan.
Selain itu, kesenjangan sosial merupakan salah satu tantangan kebangsaan, dan memang saat ini masih ada kemiskinan dan pengangguran. Saat pemateri membicarakan Pancasila dalam rangka sosialisasi, Mangindaan kerap mendapati celetukan mahasiswa mempertanyakan apakah orang miskin masih perlu Pancasila.
Mangindaan mengaku pertanyaan tersebut memang sulit dijawab. “Susah memberi sosialisasi di tengah kemiskinan,” ucapnya. Meski demikian, menurut Mangindaan, jangan putus asa dalam menyosialisasikan Pancasila. (*)