TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Selasa, 23 Agustus 2016, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Penetapan Nur Alam sebagai tersangka merupakan pengembangan dari dugaan tindak pidana korupsi dalam persetujuan izin usaha pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara pada 2009-2014.
"KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan NA sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di kantornya, Selasa, 23 Agustus 2016.
Sebenarnya, Gubernur Nur Alam telah menjadi sasaran pengusutan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 2014. Majalah Tempo edisi 8-14 September 2014 menurunkan artikel di rubrik Nasional berjudul Putar-putar Duit Nikel. Dalam artikel itu, disebutkan Nur Alam, menurut informasi, diduga menerima US$ 4,5 juta dari seorang pengusaha bernama Mr Chen. Pria asal Taiwan ini disebut memiliki hubungan bisnis dengan PT Billy Indonesia, perusahaan tambang yang beroperasi di Sulawesi Tenggara.
Baca juga: Kini Tersangka, Nur Alam Sudah Diusut Kejaksaan pada 2014
Dalam artikel Putar-putar Duit Nikel itu, sumber Tempo, seorang penegak hukum, merinci aliran uang yang ditengarai diterima Nur Alam. Bukan dikirim Mr Chen, melainkan Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pada 2010, mulai September hingga November, Richcorp telah empat kali mentransfer uang ke PT AXA Mandiri dengan nilai US$ 4,5 juta lewat Chinatrust Bank Commercial Hong Kong.
Oleh AXA, uang itu ditempatkan dalam tiga polis asuransi atas nama Gubernur Nur Alam senilai Rp 30 miliar. Pada formulir pengiriman uang, tertulis "untuk pembayaran asuransi". Ini menandakan Richcorp diperintahkan seseorang di Indonesia untuk mengirimkan dana. Sisa dana, sekitar Rp 10 miliar, ditransfer AXA ke rekening Nur Alam di Bank Mandiri.
Richcorp International diketahui bergerak di bisnis tambang. Perusahaan ini sering membeli nikel dari PT Billy Indonesia. Di Sulawesi Tenggara, PT Billy membuka tambang di Konawe Selatan—sekitar 80 kilometer dari Kendari—dan Bombana, kira-kira 160 kilometer dari ibu kota provinsi itu. Direktur perusahaan PT Billy salah satunya ialah Widdi Aswindi, yang juga pemimpin lembaga konsultan politik Jaringan Suara Indonesia.
Motivasi pemberian uang itu masih kabur. Aktivis antikorupsi Kendari curiga duit dialirkan untuk mengamankan konsesi tambang PT Billy Indonesia. Sejak 2010, PT Billy memang giat menggali nikel di provinsi itu. Widdi Aswindi, direkturnya, mengatakan tak mengetahui kenapa Billy ikut disebut. "Karena itu, saya tak bisa menjelaskan apa pun," ujarnya.
Awalnya, Kejaksaan menyelidiki kasus Nur Alam berdasarkan analisis yang dikirim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Belakangan, Kejaksaan diam-diam menghentikan kasus ini. Alasannya, Nur Alam sudah mengembalikan duit itu ke Richcorp.
MAYA AYU PUSPITASARI | ANTON SEPTIAN | REZA A | INDRA W | ROSNIAWATY (KENDARI)