TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan meminta anggota kelompok Santoso yang tersisa menyerah. Ia menilai turun dari tempat persembunyian akan lebih baik dibanding bentrok dengan aparat.
"Bagaimanapun mereka warga Indonesia. Kalau bisa turun, itu jauh lebih baik," kata Luhut di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 20 Juli 2016. Menteri Luhut memperkirakan kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur tidak akan berkembang. Alasannya, tekanan yang dilancarkan Polri dan TNI semakin efektif. Di sisi lain, pemimpin mereka, Santoso, dinyatakan sudah tewas.
Nantinya, penanganan aksi terorisme akan dilakukan secara terpadu. Menurut Luhut, semua institusi yang terkait, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Polri, akan bersatu. Hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Ihwal sel-sel jaringan yang saat ini berada di lembaga pemasyarakatan, pemerintah berencana memisahkan tahanan pidana, narkoba, dan teroris. Luhut mengatakan program itu akan dijalankan mulai tahun depan.
Sedangkan dari sisi regulasi, proses revisi Undang-Undang Anti-Terorisme akan dipercepat. Luhut mengklaim telah bertemu dengan parlemen dan meminta proses pembahasan dipercepat. Pasalnya, aksi terorisme global masih tetap ada dan sangat mengancam.
Baca juga:
Tema yang menjadi perhatian pemerintah dalam revisi UU Anti-Terorisme ialah tentang tindakan preemtif. Luhut menuturkan tindakan preemtif merupakan kewenangan aparat menangani terduga teroris sebelum menjalankan aksinya. Bentuknya bisa berupa penahanan sampai 60 hari. Cara seperti ini sudah diterapkan di Malaysia melalui UU Keamanan Dalam Negeri. Dengan peraturan itu, aparat bisa menahan seseorang yang dicurigai akan melakukan aksi terorisme tanpa proses pengadilan.
ADITYA BUDIMAN