Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ini Alasan Soeharto dan Gus Dur Belum Jadi Pahlawan

image-gnews
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Soeharto (TEMPO)
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Soeharto (TEMPO)
Iklan

TEMPO.COJakarta - Wakil Ketua Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Jimly Asshiddiqie mengatakan pengajuan usul nama mantan Presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk menerima gelar pahlawan sudah berulang kali. Namun pemerintah belum bisa menerima usul tersebut lantaran masih ada polemik atau pro-kontra terhadap dua sosok tersebut.

"Kami (Dewan Gelar) belum sampai menilai keduanya layak atau tidak layak. Keduanya baru masuk sebagai usulan tapi sudah ditolak," kata Jimly saat dihubungi, Kamis, 19 Mei 2016.

Meski gelar pahlawan merupakan hak prerogatif presiden, kata Jimly, nama yang diajukan harus disepakati sebagian besar warga negara. Toh, menurut mantan hakim konstitusi ini, Soeharto dan Gus Dur pasti akan jadi pahlawan nasional karena besarnya prestasi dan jasa mereka bagi negara. Penganugerahan gelar tersebut tinggal menunggu waktu yang tepat, tapi bukan dalam hitungan 1-2 tahun.

"Kuburan mereka masih basah istilahnya. Polemik soal keduanya masih keras di masyarakat. Negara tak mau bikin gaduh karena masih banyak urusan lain," ujar Jimly. 

Jimly mengatakan negara tak bisa menampik adanya jasa besar Soeharto dan Gus Dur di samping segala kontroversi dan masalah yang melekat pada sosok tersebut. Menurut dia, negara juga harus memberikan pelajaran kepada masyarakat soal tradisi menghargai segala jasa meski tak mengesampingkan atau membiarkan masalah. "Soeharto itu bapak pembangunan dan Gus Dur orang yang menanamkan pluralitas," tutur Jimly.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Soeharto, yang memimpin Indonesia selama 32 tahun, memiliki catatan buruk dan berakhir dengan pengunduran dirinya. Dia dan kroninya diduga melakukan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menyebabkan kerugian negara. Sejumlah kelompok juga berkukuh Soeharto tak layak karena petunjuk Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 yang memerintahkan proses hukum kepadanya.

Sedangkan Gus Dur memiliki banyak catatan positif soal pluralisme dan toleransi meski hanya memimpin negara selama dua tahun. Namun, pada periode yang sama, banyak muncul masalah dan kontroversi yang menyebabkan MPR menurunkan Gus Dur dari kursi jabatan presiden pada Juli 2001.

FRANSISCO ROSARIANS

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kisah Dewi Sartika Dirikan Sekolah Perempuan Pertama, Untuk Perjuangkan Kesetaraan dalam Pendidikan

10 hari lalu

Pada 1911 bersama Dewi Sartika, Lasminingrat mendirikan sekolah perempuan bernama Sekolah Kautamaan Puteri. Karena kontribusinya yang besar terhadap pendidikan di Tanah Air dan menjadi tokoh intelektual perempuan pribumi, Lasminingrat dijuluki sebagai tokoh perempuan 'Sang Pemula' . Wikipedia dan Jogjaprov.go.id
Kisah Dewi Sartika Dirikan Sekolah Perempuan Pertama, Untuk Perjuangkan Kesetaraan dalam Pendidikan

Dewi Sartika memberikan kesempatan kepada para anak pembantu bagaimana rasanya sekolah dan belajar baca tulis. Sesuatu yang mustahil saat itu.


Melancong ke Pantai Malalayang, Kampung Halaman Robert Wolter Mongonsidi

14 hari lalu

Pantai Malalayang Manado. Wikipedia/Enrico Kumesan
Melancong ke Pantai Malalayang, Kampung Halaman Robert Wolter Mongonsidi

Pantai Malalayang kampung halaman pahlawan nasional Robert Wolter Monginsidi. Apa saja keistimewaan pantai ini?


Robert Wolter Monginsidi Gugur di Usia 24 Tahun, Teriakan Terakhirnya: Merdeka atau Mati

15 hari lalu

Wolter Monginsidi. Foto : Wikipedia
Robert Wolter Monginsidi Gugur di Usia 24 Tahun, Teriakan Terakhirnya: Merdeka atau Mati

Tepat pada 5 September 1949, Robert Wolter Monginsidi dieksekusi mati tentara Belanda. Ia meminta tanpa menutup mata, dan gugur di usia 24 tahun.


Hawa Mahal Istana Angin yang Aristekturnya Ikonik di Jaipur

16 hari lalu

Kota bernuansa pink di Rajasthan, Jaipur, India. Unsplash.com/Dexter Fernandes
Hawa Mahal Istana Angin yang Aristekturnya Ikonik di Jaipur

Hawa Mahal dibangun pada abad ke-18


Jokowi Terima Bos World Bank hingga IMF di Istana

17 hari lalu

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Direktur Bank Dunia Ajay Banga di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 4 September 2023. Pertemuan itu digelar menjelang pembukaan KTT ASEAN ke-43. TEMPO/Subekti.
Jokowi Terima Bos World Bank hingga IMF di Istana

Pertemuan Jokowi dengan World Bank, IMF, dan WEF dilakukan secara tertutup.


Berkunjung ke Rumah Kelahiran Bagindo Aziz Chan, Wali Kota Padang yang Jadi Pahlawan Nasional

20 hari lalu

Museum Rumah Kelahiran Bagindo Aziz Chan (TEMPO.CO/Fachri Hamzah)
Berkunjung ke Rumah Kelahiran Bagindo Aziz Chan, Wali Kota Padang yang Jadi Pahlawan Nasional

Bagindo Aziz Chan meninggal pada usia 36 tahun setelah bertempur melawan Belanda, dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 2005.


Surya Paloh Temui Jokowi di Istana Sore Tadi, Ditengarai Bahas Cak Imin jadi Cawapres Anies

20 hari lalu

Presiden Jokowi berjalan bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh saat menghadiri penutupan Kongres II Partai Nasdem dan HUT ke-8 Partai NasDem di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta, Senin 11 November 2019. Foto: Istimewa
Surya Paloh Temui Jokowi di Istana Sore Tadi, Ditengarai Bahas Cak Imin jadi Cawapres Anies

Surya Paloh menghadap Jokowi sekitar pukul 17.30 WIB.


Profil Laksamana Malahayati, Pahlawan Nasional Perempuan yang Memimpin Pasukan Laut Aceh

34 hari lalu

Laksamana Malahayati. Wikipedia.org
Profil Laksamana Malahayati, Pahlawan Nasional Perempuan yang Memimpin Pasukan Laut Aceh

Laksamana Malahayati adalah seorang pahlawan dari Kerajaan Aceh yang terkenal karena memimpin pasukan laut dalam perang melawan penjajah Belanda pada awal abad ke-16.


Kritik dari Keluarga Pahlawan Tole Iskandar, Intoleran Jadi PR di Depok

35 hari lalu

Estiana, anak pahlawan nasional asal Depok Tole Iskandar bersama veteran usai upacara pengibaran bendera di Lapangan Balai Kota Depok, Kamis 17 Agustus 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
Kritik dari Keluarga Pahlawan Tole Iskandar, Intoleran Jadi PR di Depok

Penilaian diberikan usai mengikuti upacara pengibaran bendera di Lapangan Balai Kota Depok, Kamis pagi 17 Agustus 2023.


Kisah Faqih dan Inolla, Pengibar Bendera Pusaka di Istana yang Sempat Ogah Ikut Paskibraka

35 hari lalu

Dua perwakilan Jakarta Utara yaitu Muhammad Faqih (kiri) dari SMA Negeri 114 Jakarta, Cilincing dan Inolla Jovial Gwineth Jacob (kanan) dari SMA Tunas Karya, Kelapa Gading menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Istana Merdeka pada Kamis 17 Agustus 2023. ANTARA/HO-Kominfotik Jakarta Utara
Kisah Faqih dan Inolla, Pengibar Bendera Pusaka di Istana yang Sempat Ogah Ikut Paskibraka

Simak kisah keduanya sebagai anggota Paskibraka di Istana.