TEMPO.CO, Surabaya - Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya kembali menggelar rapat dengar pendapat ihwal pembongkaran eks markas radio Bung Tomo di Jalan Mawar Nomor 10, Surabaya, Selasa, 10 Mei 2016.
Dewan memanggil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Satuan Polisi Pamong Praja, tim cagar budaya Surabaya, tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, dan perusahaan kosmetik PT Jayanata selaku pihak yang merobohkan gedung tersebut.
Namun Jayanata hanya mengirim Store Manager PT Jayanata Lilik Wahyuni yang tak paham persoalan. Dalam menjawab pertanyaan Dewan, dia lebih sering bilang tidak tahu. “Saya datang ke sini hanya untuk memenuhi undangan. Sebab, kalau ada undangan, biasanya saya yang diutus menghadiri,” kata Lilik.
Saat ditanya anggota Komisi C dari Fraksi NasDem, Vinsesnsius Awey, tentang kapan fisik bangunan itu beralih tangan dari keluarga Amin kepada Jayanata, Lilik hanya menggeleng. Amin adalah seorang pekerja Belanda yang membeli rumah bersejarah tersebut.
Setelah Amin meninggal, rumah serta lahan itu diwariskan kepada anaknya bernama Hurin. Dugaan sementara, Hurin-lah yang menjual kepada pihak Jayanata. “Terus Ibu datang ke sini untuk apa? Berarti saya bisa katakan bahwa ibu tidak paham semua persoalan?” ujar Awey dengan nada tinggi. (Baca: Markas Radio Bung Tomo Dibongkar, Risma Angkat Bicara)
Lilik berujar, dia hanya tahu bahwa Jalan Mawar Nomor 10 sudah dibeli oleh PT Jayanata. Lebih detailnya, dia mengaku tidak tahu apa-apa. Jawaban Lilik membuat berang Ahmad Suyanto dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Menurut Suyanto, masalah perobohan gedung eks markas radio Bung Tomo sulit diurai jika pimpinan Jayanata tidak hadir. “Untuk sementara, yang paling clear penjelasan Pemerintah Kota Surabaya," ucapnya.
Seusai dengar pendapat, Tempo mencoba mengkonfirmasi kepada Lilik ihwal status gedung. Namun lagi-lagi dia menjawab tidak tahu. “Yang saya tahu lahan itu akan dibuat rumah untuk anaknya (anak pemimpin PT Jayanata),” tutur Lilik.
Lilik mengaku belum berkomunikasi dengan bos Jayanata karena yang bersangkutan masih di luar negeri. “Yang pasti pimpinan saya siap merekonstruksi ulang gedung itu sesuai permintaan Pemkot Surabaya,” ujarnya.
MOHAMMAD SYARRAFAH