TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan kembali sikap pemerintah soal moratorium pemekaran wilayah. Pembentukan wilayah baru bisa dilakukan apabila pertumbuhan ekonomi sudah mencapai tujuh pesen.
"Intinya kami efisien dulu sampai mencapai pertumbuhan 7 persen, baru setelah itu kami berpikir apakah masih perlu (pemekaran) atau tidak," kata Kalla dalam pembukaan Institute Otonomi Daerah, Selasa 26 April 2016, di Hotel Sahid, Jakarta. Pemerintah baru bisa merealisasikan pertumbuhan ekonomi di angka 4,73 persen tahun lalu.
Kalla mengatakan ongkos pemekaran wilayah cukup besar, di sisi lain dampaknya pada peningkatan kesejahteraan rakyat tak terlalu terlihat. Dia menyebutkan, pada zaman sebelum reformasi, anggaran pengeluaran di APBN hanya Rp 200 triliun. Anggaran pembangunan nasional lebih dari 50 persen. Saat ini, APBN mencapai Rp 2 ribu triliun atau naik 10 kali lipat, namun alokasi anggaran kurang dari 20 persen. "Secara persentase rendah walaupun secara nominal kelihatannya tinggi," kata Kalla.
Menurut Kalla, beban pemerintahan terlalu besar, terutama untuk daerah. Pada 2006, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, serta dana lain yang ditransfer ke daerah mencapai Rp 220 triliun. Untuk 2016, transfer dana-dana mencapai Rp 770 triliun atau naik Rp 350 triliun. Namun, laju pertumbuhan ekonomi hanya sekitar lima persen.
"Kenapa itu terjadi, anggaran naik tapi pertumbuhan ekonomi tidak selaju kenaikan anggaran?" kata Kalla. Artinya, Kalla melanjutkan, memang dana-dana tersebut banyak digunakan untuk biaya operasional.
Dia bercerita ada daerah yang anggaran produktifnya sampai 80-90 persen, tapi ada yang PAD-nya hanya 5 persen dari APBN. Dana tersebut digunakan untuk membangun kantor baru, rumah jabatan baru, dan mobil baru. "Padahal tujuan pembangunan adalah kesejahteraan rakyat. Rakyat perlu peningkatan pertanian, perlu bibit, perlu pengairan. Pejabat perlu kantor, lalu didahulukan kantornya bukan rakyatnya," kata Kalla.
Inilah, kata Kalla, yang membuat pemerintah memutuskan dua hal, yaitu moratorium PNS baru dan moratorium pemekaran wilayah. Dia mengingatkan keinginan pemekaran wilayah jangan dilakukan hanya karena kalah dalam pemilihan kepala daerah. Ada juga usulan pemekaran wilayah disarai gubernur yang meneken karena alasan takut didemo. "Jadi semua sampah dibawa ke pusat. Di daerah sudah ditandatangani, padahal (gubernur) tidak mau, hanya terpaksa saja," kata Kalla.
Karena itu, pemerintah tegas menyatakan tidak ada pemekaran sejak awal. "Daripada ada korban, maka kami umumkan saja sekalian sekarang, tidak ada pemekaran. Jadi silakan demo, tapi intinya tidak ada pemekaran. Itu saja," kata Kalla.
Efektivitas pemekaran, Kalla mengatakan, sebetulnya desa sekarang sudah menjadi semi otonomi dengan pemberian dana desa. "Jadi apalagi? Sudah sentralnya di desa," kata dia.
Kementerian Dalam Negeri mencatat selama periode 2009-2014, masih ada 87 usulan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang belum diproses di DPR. Namun kemudian masuk lagi usulan DOB sebanyak 199. Namun belakangan, pemerintah menegaskan sikap untuk malakukan moratorium pemekaran wilayah atau DOB.
AMIRULLAH