TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Perdana Menteri Malaysia Periode 1981-2003, Tun Dr. Mahathir Mohammad menerima gelar doktor honoris causa di bidang perdamaian dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Kamis, 17 Maret 2016. UMY memberikan gelar kehormatan itu kepada Mahathir untuk mengapresiasi upayanya dalam mengampanyekan seruan antiperang dalam 10 tahun terakhir.
"Anugerah ini bentuk pengakuan dari gerakan Muhammadiyah terhadap kampanye antiperang yang sudah saya mulai sejak 2005," kata Mahathir seusai menerima penghargaan itu di UMY.
Sejak tidak lagi menjadi pemimpin pemerintahan di Malaysia, Mahathir memang aktif dalam gerakan perdamaian dunia. Dia telah menginisiasi pendirian sebuah organisasi yang aktif mengampanyekan isu perdamaian dan antiperang bernama The Perdana Global Peace Foundation pada akhir 2005.
Mahathir mengatakan selama ini dia berupaya menyebarkan gagasan penghentian perang sebagai metode penyelesaian konflik antar negara. Menurut dia pelaku dan penyulut peperangan layak untuk diganjar hukuman karena telah melakukan pembunuhan secara massal. "Membunuh satu orang saja itu kriminal, apalagi membunuh jutaan manusia," kata Mahathir.
Dia mengaku menyadari kampanyenya ini bisa sulit diterima oleh publik dunia sekarang. Selama ini, menurut Mahathir, penguasa yang memenangkan peperangan justru tercatat sebagai tokoh terhormat dalam sejarah. Padahal, kebesaran namanya didapat dari serangkaian aksi pembunuhan.
Meskipun demikian, Mahathir optimistis seruan perdamaian dan menjadikan pelaku perang sebagai kriminal suatu saat nanti akan didengar oleh publik dunia. Dia menganalogikan idenya dengan fenomena perbudakan, yang legal sekaligus halal secara agama di masa lampau, tapi sekarang dilarang di hampir semua negara di dunia. "Mungkin ide kriminalisasi pelaku perang bisa diterima dalam 100 atau 200 tahun lagi," kata dia.
Promotor pemberian gelar kehormatan bagi Mahathir, Bambang Cipto menilai gagasan antiperang layak mendapat dukungan semua publik dunia saat ini. Rektor UMY tersebut mengatakan kampusnya memberikan dukungan terhadap Mahathir karena isu penghentian perang bukan masalah sederhana. "Mahathir menyadari efek besar peperangan, sementara hambatan kriminalisasi perang rumit," kata Bambang.
Pemberian gelar kehormatan ke Mahathir tersebut telah disetujui oleh semua anggota Senat UMY. Keputusan itu juga telah direkomendasikan oleh Tim Penilai Akademik Senat UMY yang terdiri dari lima guru besar yakni Bambang Cipto, Tulus Warsito, Ichlasul Amal, Syamsul Anwar dan Heru Kurnianto Tjahjono.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM