TEMPO.CO, Makassar - Sahmuddin, 39 tahun, eks pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), membantah adanya penyatuan agama dalam ajaran organisasi masyarakat yang kini dilarang itu.
Namun, dia mengakui eks Gafatar sempat mempelajari kitab suci lain selain Al-Quran. "Tidak ada itu penggabungan ajaran agama. Yang saya tahu, sebatas dipelajari, seperti Taurat dan Injil," kata Sahmuddin di Makassar, Sabtu, 30 Januari 2016.
Menurut Sahmuddin, tidak ada yang salah dengan mempelajari dan memahami kitab suci agama lain. Bapak empat anak itu mengklaim tidak ada penyimpangan akidah yang dilakoninya. Toh, dia masih tetap umat muslim yang menunaikan ibadah.
Dia menyebut informasi mengenai Gafatar menyebarkan doktrin sesat perihal penggabungan agama sampai melarang anggotanya menunaikan ibadah adalah keliru.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan inti ajaran Gafatar yakni hendak menyatukan agama-agama Ibrahim, yakni Islam, Yahudi, dan Kristen. Paham yang dikembangkan itu bukan merupakan paham pokok-pokok ajaran Islam. "Tentu ini bukan organisasi yang layak untuk diikuti," ujar Lukman di Istana Negara, Rabu, 13 Januari 2016.
Sahmuddin kesal dengan pihak yang menjustifikasi pengikut Gafatar sebagai orang yang sesat. Eks Gafatar dicurigai memiliki pemahaman agama yang menyimpang karena terus dikaitkan dengan Ahmad Mushadeq yang dianggap guru oleh pengikut organisasi yang telah bubar itu. Mushadeq adalah pimpinan Al-Qiyadah al-Islamiyah, organisasi yang juga dilarang. Mushadeq diketahui sempat di penjara karena kasus penistaan agama.
"Kalau begitu, apa bedanya dengan Abraham Samad. Kasusnya (pemalsuan dokumen kependudukan) sudah lewat tapi diungkit kembali. Yang namanya masa lalu, ya sudahlah," ucap Sahmuddin.
Pria yang hanya menamatkan pendidikannya hingga jenjang sekolah menengah atas itu mengaku organisasinya tidak pernah mengganggu orang lain. Lagi pula, yang namanya keyakinan itu merupakan hak individu masing-masing.
Sahmuddin merupakan salah satu eks Gafatar asal Sulawesi Selatan yang tiba dari Samarinda, Kalimantan Timur, di Makassar, Sabtu, 30 Januari 2016. Sahmuddin tiba bersama 48 warga lainnya yang merupakan gelombang kedua pemulangan eks Gafatar Sulawesi Selatan dari Kalimantan Timur. Sebelumnya, 232 eks Gafatar dari Kutai Kertanegara sudah dipulangkan ke Kota Daeng, Rabu malam, 27 Januari 2016.
Sahmuddin berkisah, asal daerahnya Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Adapun istrinya Herlina, 31 tahun, dari Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Setelah menikah, mereka merantau ke Masohi, Maluku Tengah, untuk berkebun. Karena gagal, pasangan itu hijrah ke Ambon untuk menjual minuman instan. Di situlah, Sahmuddin mengenal Gafatar.
Mendengar ada lahan yang bisa digarap di Kalimantan Timur, Sahmuddin pun tertarik dengan motivasi memperbaiki kehidupannya. Baru empat bulan menggarap lahan pinjaman dari warga setempat, ia terpaksa pulang dan kini tidak jelas mesti bekerja apa.
"Otomatis harus kembali mulai dari nol," ucap Sahmuddin, yang mengaku ingin menuju Palopo, kampung istrinya.
TRI YARI KURNIAWAN