TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo membuka kemungkinan rencana pengeboran sumur baru oleh Lapindo Brantas di Tanggulangin, Sidoarjo, untuk dibatalkan. Ini terkait dengan kajian yang sedang dilakukan pihaknya yang tidak hanya mencakup aspek teknis, tapi juga sosial.
"Mungkin layak secara teknis. Tapi, kalau secara sosial bikin stigma atau ketakutan warga, jelas juga tidak bisa," ujarnya, Selasa, 19 Januari 2015.
Baca: Warga Tanggulangin Kompak Tolak Pengeboran Sumur Baru Lapindo
Soekarwo mengungkapkan bahwa kajian dilakukan Pusat Studi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Hasil kajian, menurut dia, dapat dijadikan sebagai satu pertimbangan oleh pemerintah pusat untuk tetap memberikan izin pengeboran atau tidak. "Selain juga akan menjadi dasar sikap dari pemerintahan provinsi untuk mendukung atau menolak pengeboran itu," katanya.
Baca: Pusat Studi Bencana ITS: Pengeboran Lapindo Berisiko Besar
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Dewi J. Putriatni menjelaskan bahwa kajian teknis ini menggunakan pendekatan geologi, geofisika, dan geodesi. Ini dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah dan permukaan di sekitar lokasi rencana pengeboran sumur baru Lapindo.
Menurut dia, pengeboran selalu memperhatikan soal keadaan tanah. Terlebih, adanya kolam raksasa dan lumpur yang masih terus menyembur tak jauh dari lokasi itu. Hasil studi ITS pada 2008 dan 2010 disebutkannya menunjukkan telah terjadi penurunan tanah yang meluas dari kolam lumpur tersebut.
Sedangkan untuk kajian sosial dan ekonomi dilakukan lewat survei respons masyarakat terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. Selain itu, melihat kerentanan sosial-ekonomi penduduk sekitar, terutama di wilayah Kecamatan Tanggulangin. "Kita semua tahu kejadian bencana lumpur membuat masyarakat takut. Jadi kami perlu lakukan kajian," ujar Dewi.
Tim, kata Dewi, akan melakukan kajian selama tiga bulan sejak 18 Januari 2016. Kajian juga telah disepakati Lapindo Brantas.
EDWIN FAJERIAL