Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

10 November 1945 dan Misteri Fotografer Pemotret Bung Tomo

image-gnews
Bung Tomo dalam rapat umum di Malang, April 1947. Dok Tempo/IPPHOS
Bung Tomo dalam rapat umum di Malang, April 1947. Dok Tempo/IPPHOS
Iklan

TEMPO.COJakarta - Pada 10 November 70 tahun silam, Surabaya digempur dari udara, laut, dan darat. Kita bisa membaca deskripsi dahsyatnya pertempuran lewat koran-koran Harian Merdeka, Ra’jat, hingga Kedaulatan Rakyat. Tiga harian ini melaporkan memanasnya Surabaya sejak Oktober. Dalam laporan-laporan itu ada berbagai foto peristiwa yang digunakan untuk menampilkan kondisi terkini. Semuanya menggunakan kredit foto Antara (saat itu dikenal dengan nama Domei). Namun, tidak banyak yang mengenal Abdoel Wahab Saleh, fotografer yang mengabadikan peristiwa itu.

Abdoel Wahab Saleh lahir di Surabaya pada 23 April 1923. Sebelum mempelajari fotografi, dia sempat mengajar sebagai guru setara SMP Muhammadiyah. Pada tahun 1943, dia menjadi fotografer Domei dan menjabat sebagai Kepala Foto Domei cabang Surabaya saat kota pelabuhan itu membara. Abdoel Wahab besar di keluarga antiperang. “Ibunya pedagang pasar sebelum penyobekan bendera Belanda di Hotel Yamato,” kata Yudhi Soerjoatmodjo, fotografer yang pernah meneliti foto-foto 10 November kepada Tempo belum lama ini.

Abdoel Wahab mengenal dekat sosok Bung Tomo, pimpinan Radio Pemberontak. Mereka berkantor di tempat yang sama. Abdoel Wahab di lantai satu, Bung Tomo di lantai dua. Pada 9 November 1945, sehari sebelum perang berlangsung, Abdoel Wahab berjalan kaki bersama Bung Tomo dari kantor mereka ke Hotel Yamato.

Dalam memoarnya, Bung Tomo menulis bahwa saat itu Hotel Yamato dipenuhi berpuluh-puluh orang Belanda. Bung Tomo menulis bahwa sesampainya di sana, Abdoel Wahab melakukan tugas jurnalistik dengan memotret situasi di sana. Dia tidak mengindahkan larangan mereka untuk tidak mengabadikan gambar. Seorang Belanda yang masih muda tampak tak suka dengan peristiwa itu dan memukulnya. “Itu adalah peristiwa bersejarah,” tulis Bung Tomo dalam memoarnya.

Esoknya, saat Surabaya membara, Abdoel Wahab memotret foto-foto peperangan. “Dia bertahan dalam medan pertempuran hingga hari-hari terakhir saat dia tertembak,” kata Yudhi. Abdoel Wahab lalu mundur, pulang ke rumah ibunya untuk pamit, mundur, dan menghilang. (Lihat video Bung Tomo dan Radio Pemberontakan)

Dua tahun kemudian dia menjadi Kepala Foto Kantor Berita Antara. Dia sempat pindah ke Jakarta sebelum akhirnya menghadapi konflik dan keluar dari kantor itu. Karyanya setelah itu banyak tercatat dalam Perum Produksi Film Negara (PFN). Dia banyak memotret bintang film dan tinggal di kawasan Bidara Cina, Jakarta Timur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Abdoel Wahab lalu jatuh cinta pada Fifi Young, bintang film peranakan Tionghoa-Prancis yang sangat terkenal di zamannya. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Hidupnya lalu mengalami penurunan. Rumahnya di Jalan Kalasan disita karena tidak mampu membayar utang. Setelah itu, dia dikabarkan kembali ke Surabaya, mendapat tekanan jiwa. Abdoel Wahab meninggal dunia pada 1982 karena disentri.

Yudhi mengatakan bahwa jasa Abdoel Wahab dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan dunia fotografi Indonesia sangat besar. “Dia ada di garis depan saat peperangan terjadi. Dialah yang menyembunyikan foto-foto penting, memata-matai pasukan Belanda. Pada saat agresi militer Belanda kedua, dia menyewa studio Mangkunegaran di Malioboro. Sayang, banyak orang tidak mengenalnya,” kata Yudhi.

Abdoel Wahab Saleh juga diduga sebagai salah satu fotografer yang mengabadikan potret Bung Tomo yang tengah berorasi dengan jari menunjuk langit yang sangat terkenal itu. Potret terkenal itu kerap diasosiasikan dengan pertempuran 10 November 1945. Namun, siapa pembuatnya, kapan, dan di mana tidak ada yang tahu pasti. Benarkah Abdoel Wahab Saleh adalah fotografer yang mengabadikan potret ikonik itu?

Siapa sosok Sutomo alias Bung Tomo sesungguhnya? Baca selengkapnya Edisi Khusus Bung Tomo Penyebar Warta Palagan Surabaya di Majalah Tempo pekan ini.

AMANDRA MUSTIKA MEGARANI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya Rampung 2024

2 hari lalu

Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya Rampung 2024

Sejumlah pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya ditargetkan rampung di tahun 2024.


Reza Rahadian Mengaku tertarik Perankan Leluhurnya, Siapa Thomas Matulessy?

5 hari lalu

Ketua Komite Festival Film Indonesia atau FFI 2021, Reza Rahadian saat menghadiri peluncuran FFI 2021 secara virtual pada Kamis, 15 Juli 2021. Dok. FFI 2021.
Reza Rahadian Mengaku tertarik Perankan Leluhurnya, Siapa Thomas Matulessy?

Dalam YouTube Reza Rahadian mengaku tertarik memerankan Thomas Matulessy jika ada yang menawarkan kepadanya dalam film. Apa hubungan dengannya?


Legenda Lagu Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Begini Lirik Lengkapnya

13 hari lalu

Komponis Ismail Marzuki. Wikipedia
Legenda Lagu Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Begini Lirik Lengkapnya

Ismail Marzuki menciptakan lagu tentang Hari Lebaran yang melegenda. Begini lirik dan profil pencipta lagu tentang Lebaran ini?


Akibat Awan Tebal, Hilal di Surabaya Tak Tampak

16 hari lalu

Petugas melakukan pemantauan hilal atau rukyatulhilal di Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi DKI Jakarta, Jakarta, Selasa, 9 April 2024. Kementerian Agama menurunkan tim ke 120 lokasi di seluruh Indonesia untuk memantau hilal yang hasilnya akan dibahas dalam sidang isbat guna menentukan 1 Syawal 1445 H. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Akibat Awan Tebal, Hilal di Surabaya Tak Tampak

Para peneliti dari Universitas Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tak melihat hilal akibat tertutup awan.


Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional

26 hari lalu

Usmar Ismail. Dok.Kemendikbud
Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional

Usmar Ismail dikenal sebagai bapak film nasional karena peran penting dalam perfilman Indonesia, Diberi gelar pahlawan nasional oleh Jokowi.


Ini Capaian Eri Cahyadi-Armuji Tiga Tahun Memimpin

36 hari lalu

Ini Capaian Eri Cahyadi-Armuji Tiga Tahun Memimpin

Berbagai terobosan dan inovasinya dapat dirasakan langsung oleh warganya.


Jika Prabowo Jadi Presiden, Butet Kertaradjasa Cemas Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional

17 Februari 2024

Seniman monolog Butet Kartaredjasa menanggapi pelaporan dirinya ke polisi oleh relawan Presiden Jokowi. Tempo/Pribadi Wicaksono.
Jika Prabowo Jadi Presiden, Butet Kertaradjasa Cemas Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional

Seniman Butet Kertaradjasa cemas bila Prabowo Subianto menjadi presiden menghidupkan kembali Orde Baru


Rekomendasi Destinasi Wisata Kawasan Pecinan di Surabaya Saat Libur Tahun Baru Imlek

8 Februari 2024

Gerbang Pecinan Kya-Kya di Surabaya (Sumber: shutterstock)
Rekomendasi Destinasi Wisata Kawasan Pecinan di Surabaya Saat Libur Tahun Baru Imlek

Libur tahun baru imlek, kunjungan wisata ke kampung pecinan menjadi pilihan. Berikut rekomendasi destinasi wisata pecinan yang unik di Kota Surabaya


Pemuda Muhammadiyah: Rompi Biru Wali Kota Surabaya Tidak Bernuansa Politik

6 Februari 2024

Pemuda Muhammadiyah: Rompi Biru Wali Kota Surabaya Tidak Bernuansa Politik

Eri Cahyadi dinilai sejalan dengan semangat Pemuda Muhammdiyah menjadikan Surabaya yang maju dan religius.


Anies Baswedan Sebut Nama John Lie Saat Bertemu Komunitas Indonesia Tionghoa, Siapa Dia?

4 Februari 2024

John Lie.
Anies Baswedan Sebut Nama John Lie Saat Bertemu Komunitas Indonesia Tionghoa, Siapa Dia?

Anies Baswedan menyebut nama John Lie saat acara Desak Anies bersama Komunitas Indonesia Tionghoa, di Glodok, Jakarta. Siapa John Lie?