TEMPO.CO, Surabaya - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan sepakat untuk menghentikan penyidikan kasus penyalahgunaan wewenang yang disangkakan kepada Tri Rismaharini ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya dalam polemik Pasar Turi. Penghentian penyidikan disampaikan penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur lewat berkas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“SP3 tersebut sampai di meja saya siang hari pada tanggal 26 Oktober 2015,” ujar Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Andik M. Taufik, Selasa, 27 Oktober 2015.
SP3 tersebut, kata Andik, sudah diteliti jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Dari penelitian tersebut, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan sependapat kasus Risma dihentikan. "Sehingga, nantinya tidak ada pengajuan praperadilan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur," kata Andik lagi.
Sebelumnya, Polda Jawa Timur lewat Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Wibowo mengatakan pengaduan diterima Mei 2015. Namun penyidikan kasusnya sudah dihentikan sejak 25 September 2015 sekalipun Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru dikirim ke kejaksaan pada 29 September 2015.
Belakangan pengadu, Adhy Samsetyo, yang mewakili PT Gala Bumiperkasa--investor Pasar Turi--juga mencabut laporannya itu pada tanggal 26 Oktober 2015. Saat itu Adhy lewat kuasa hukum PT Gala menyatakan tak ingin kasus pengaduannya itu ditunggangi kepentingan politik di masa pemilihan kepala daerah di Surabaya saat ini dimana Risma terdaftar sebagai calon inkumben.
Penerbitan SPDP atas Risma memang segera menarik perhatian luas. Dalam wawancara terpisah baik Risma maupun investor menyatakan kasus sudah cukup lama tak berkembang ketika tiba-tiba kabar adanya SPDP muncul pada Jumat, 23 Oktober 2015.
Meski begitu Risma menyatakan tak gentar sekalipun dinyatakan sebagai tersangka. Alasannya, dia membela warga Surabaya terkait dengan polemik di keberadaan tempat penampungan sementara di Pasar Turi itu.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH