TEMPO.CO, Surabaya - Organisasi Pelayaran Rakyat (Pelra) menagih janji Presiden Jokowi untuk mewujudkan tol laut. Para pengusaha kapal ini mengingatkan Jokowi telah berkuasa selama satu tahun.
"Pak Jokowi dulu menyampaikan pidato kemenangan di atas kapal tradisional Pinisi, di Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa. Mestinya beliau paham, apa itu definisi pelayaran rakyat,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Cabang Pelra Surabaya M. Yusuf kepada Tempo, Senin, 26 Oktober 2015.
Merujuk pada Undang-Undang 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, definisi kapal rakyat, kata dia, adalah perusahaan yang pada umumnya identik dengan kapal kayu tradisional. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pernah menjanjikan 500 unit kapal pelayaran rakyat yang berbahan kayu. Sebaliknya, pemerintah menggelontorkan Rp 25 triliun untuk membuat 500 kapal niaga kepada PT PAL Surabaya yang berbahan baja.
Yusuf menilai belum ada satu pun implementasi program Nawa Cita dari Kabinet Kerja Jokowi yang menyentuh pelayaran rakyat. “Tol Laut hanya memperhatikan pelayaran niaga modern, kapal-kapal kontainer besar, bukan Pelra,” kata dia.
Ia mencontohkan, pengembangan pelabuhan lebih banyak dilakukan di pelabuhan-pelabuhan besar. Sedangkan, fasilitas pelabuhan rakyat bagi kapal-kapal kayu terdesak oleh kapal-kapal besi.
Pendangkalan di terminal pelabuhan rakyat tak kunjung usai dibandingkan pengerukan alur pelayaran bagi kapal-kapal kontainer. “Barangkali karena dianggap tak menguntungkan.”
Padahal, kata Yusuf, pelayaran rakyat menjadi andalan utama distribusi barang ke daerah-daerah terpencil. Meski volumenya tak sebanyak yang diangkut kapal-kapal kontainer, kapal Pelra membantu masyarakat di daerah pelosok Nusantara guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ironi, jumlah armada kapal Pelra semakin merosot. Yusuf menyebutkan, tren penurunan itu bisa dilihat dari kunjungan kapal dari tahun ke tahun. Di terminal Kali Mas, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, jumlah kunjungan kapal Pelra 2010 sebanyak 468 calls. Berikutnya pada 2011 sempat meningkat sebanyak 613 calls dan puncaknya pada 2012 sebanyak 646 calls.
“Penurunan mulai terasa sejak 2013 yang hanya 504 calls, lalu 2014 menjadi 475 calls. Saat ekonomi lesu begini, saya yakin jumlah kunjungan semakin sedikit,” ujarnya. Jumlah kapal bahkan diperkirakan tinggal 30 unit, padahal pada awal 2000-an mencapai 50 unit kapal.
Ia berharap pemerintah mendukung kapal Pelra dengan mengembangkan fasilitas pelabuhan asal, seperti Terminal Kalimas Surabaya. Pemerintah juga diharapkan memberi kelonggaran izin penggunaan kayu ulin sebagai bahan baku utama. “Lima tahun terakhir, kami dilarang tebang kayu, tapi lahan malah digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.”
ARTIKA RACHMI FARMITA