TEMPO.CO, Jakarta - Pengelola Lembaga Pers Mahasiswa Lentera, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), menyampaikan alasan kenapa membuat laporan utama tentang peristiwa G30S berjudul “Salatiga Kota Merah”. Pemimpin Redaksi LPM Lentera Bima Satria Putra menyatakan Lentera bermaksud mendukung bukti-bukti bahwa simpatisan PKI di Salatiga tidak terlibat dalam peristiwa G30S.
“Selain itu, majalah ini sebagai bentuk dokumentasi sejarah atas peristiwa berdarah yang terjadi pada 1965. Sebab, untuk area Salatiga dan sekitarnya, informasi peristiwa pembantaian pada 1965 tersebut masih sedikit,” kata Bima dalam siaran persnya, Senin, 19 Oktober 2015.
Baca Juga:
Dalam liputan ini, redaksi melakukan investigasi mengenai G30S di Kota Salatiga dengan melakukan penelusuran tentang Wali Kota Salatiga Bakri Wahab, yang diduga anggota PKI. Selain itu, liputan soal penangkapan Komandan Korem 73/Makutarama Salatiga. Ada juga liputan soal peristiwa pembantaian simpatisan dan diduga PKI pada 1965 di Kota Salatiga dan sekitarnya.
“Lentera menemukan empat titik pembantaian yang terletak di Lapangan Skeep Tengaran, kebun karet di Tuntang dan Beringin, serta di Gunung Buthak di Susukan,” ujar Bima.
Majalah edisi ketiga ini didistribusikan kepada masyarakat Kota Salatiga dengan menitipkannya di kafe serta beberapa tempat yang memasang iklan. Majalah terbit 500 eksemplar dan dijual dengan harga Rp 15 ribu. Lentera juga menyebarluaskan majalah tersebut ke instansi pemerintah di Salatiga dan organisasi kemasyarakatan di Semarang, Jakarta, dan Yogyakarta.
Tak dinyana, redaksi Lentera menerima respons, baik pro maupun kontra. Bima menyatakan pihak yang pro menjelaskan bahwa majalah tersebut menjadi sebuah kemajuan yang positif bagi perkembangan dan pengarusutamaan korban 1965. Sedangkan pihak yang kontra menilai isu tersebut kurang tepat dan bisa menimbulkan ketidakstabilan dan keamanan Kota Salatiga.
ROFIUDDIN