TEMPO.CO, Surabaya - Polisi mensinyalir kematian dosen Fakultas Kesehatan Hewan Universitas Airlangga Surabaya, Profesor Laba Mahaputra, di area proyek pembangunan gedung tower Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada Kamis malam kemarin karena bunuh diri.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Sukolilo Ajun Komisaris M. Akhyar yakin korban memang sengaja melompat dari atas bangunan tinggi tersebut. "Korban bunuh diri dengan melompat dari atas gedung," kata Akhyar, ketika dihubungi, Jumat, 25 September 2015.
Akhyar menduga korban nekat mengakhiri hidupnya karena frustasi dengan penyakit syaraf yang telah dideritanya selama setahun terakhir ini. "Kematian korban disebabkan ada pendarahan berat di kepala bagian belakang," ujarnya.
Menurut informasi yang didapat oleh Tempo, Laba terinfeksi larva strongylus. Larva strongylus biasanya metastasisnya sampai ke otak manusia. Korban diduga telah paham akibat dari infeksi tersebut sehingga nekat bunuh diri.
Jenazah korban dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Keputih, Jumat siang, dihadiri oleh karyawan, dosen, maupun staf Fakultas Kedokteran Hewan Unair. "Semuanya takziyah di pemakaman almarhum Prof Laba," ujar salah satu dosen Fakultas Kedokteran Hewan yang tidak mau disebutkan namanya.
Sebelumnya, jenazah Laba, yang juga guru besar itu, ditemukan pertama kali oleh seorang pekerja proyek pembangunan gedung jurusan MIPA ITS. Menurut keterangan polisi, Kamis sore, sekitar pukul 17.00, korban sempat mengajak menantunya, Ahmad Riza, berjalan-jalan di kompleks kampus ITS. Korban menyuruh menantunya pulang untuk mengambil telepon seluler yang tertinggal.
Saat berada di rumah itulah menantu korban menerima sebuah pesan pendek dari mertuanya yang mengatakan jika dirinya meninggal hendaknya jasad ditutupi dengan terpal. Mendapat pesan pendek yang dianggap aneh tersebut, Riza segera kembali ke ITS untuk mencari mertuanya. Namun dia mendapati mertuanya sudah tak bernyawa.
EDWIN FAJERIAL
Artikel Menarik:
Gawat, Inilah yang Menyebabkan Sepak Bola Bisa Mati Pelan-pelan