Selain itu, menurut Serly, hal yang juga paling aneh dan baru terpikirkan setelah suaminya telah tiada, yakni saat akan ke bandara, suaminya yang sudah memakai sepatu yang rapi, tapi tak lama kemudian, sepatu itu dibuka lagi dan menggantinya dengan sendal jepit biasa yang sudah agak kumal.
"Saat itu, saya tegur kenapa sepatunya diganti dengan sendal jepit, tapi yang jawab teman yang hari itu datang jemput untuk berangkat bersama ke bandara Sentani. Temannya mengatakan, tidak apa-apa pakai sendal, sebab nantinya kami bertugas di kampung," katanya.
Lalu sebelum pesawat berangkat, kata Serly, suaminya juga sempat menelepon anaknya dan meminta dicarikan buku kwitansi yang katanya ada ketinggalan di rumah. "Tapi saat kami cari, barang yang dimaksudkan itu tak kami temukan. Justru pada sorenya, saya mendapat kabar kalau pesawat yang ditumpangi suami saya hilang kontak. Kabar itu saya terima dari kerabat saya sekitar jam 5 sore. Saat itu, saya langsung syok berat," jelasnya.
Menurut Serly, suaminya almarhum Matius Nikolaus Aragae berangkat ke Oksibil karena mendapat tugas dari kantornya, Kantor Pos Jayapura untuk pergi membayar bantuan bagi orang miskin yang ada di Oksibil. "Suami saya ini kalau sudah mendapatkan tugas dari kantornya, pasti dia tak bisa menolaknya. Dia orangnya pekerja keras dan tak suka menolak tugas yang diberikan kepadanya," katanya.
Serly mengakui almarhum suami memang sering mendapatkan tugas dari kantor ke daerah-daerah pedalaman di Papua. Bahkan sebelum ke Oksibil, Aragae baru pulang dari Nabire dan Wamena. Menurut Serly, almarhum suaminya cukup lama bekerja di Kantor Pos Jayapura.
"Bahkan sebelum saya menikah dengannya, dia sudah bekerja di Kantor Pos, mungkin lebih dari 30 tahun lamanya. Jabatan terakhir yang saya tahu sebagai pengawas. Saya berharap ada perhatian dari kantornya kepada kami sekeluarga. Sebab kami juga sama dengan pegawai lainnya yang memiliki anak-anak, nanti siapa yang menanggung biaya hidup kami nantinya," kata Serly kembali terlihat sedih.
Matius Nikolaus Aragae, salah satu dari empat pegawai Kantor Pos Jayapura yang ikut dalam pesawat Trigana Air saat itu, membawa dana program simpanan keluarga sejahtera (PSKS) sebesar Rp 6,5 milyar yang rencananya akan disalurkan pihak Kantor Pos ke masyakarat miskin di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang. "Aragae bersama tiga pegawai kami yang mengawal dana itu," kata Kepala Kantor Pos Jayapura, Papua, Haryono, Minggu malam, 16 Agustus 2015.
Menurut Haryono, dana PSKS Rp 6,5 miliar itu bantuan dari Kementerian Sosial yang disimpan dalam empat tas milik keempat petugas Kantor Pos Jayapura yang ikut dalam korban pesawat Trigana yang jatuh itu, selain MN Arage, juga ada Yustinus Hurulean, Agustinus Luarmase dan Teguh. "Pak Teguh ini di dalam manifes Trigana memakai nama Dewa Putu Raka. Sebab jelang keberangkatan Pak Dewa membatalkan penerbangannya, sehingga digantikan Teguh," katanya.
CUNDING LEVI
Baca juga:
Diterima di UGM, Calon Dokter Usia 14 Tahun Minta Kado Aneh
Kisah Sultan: Saat Bertemu Nyi Kidul pada Bulan Purnama
Ini Rahasia SPG Cantik di IIMS 2015: Biasa Kerja di Jalanan